Jakarta (ANTARA) – Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, menyerukan pembuatan mekanisme satu pintu untuk mengatur program magang di luar negeri agar mencegah eksploitasi peserta magang yang disamarkan sebagai tenaga kerja murah.
“Sampai saat ini, magang dilakukan tanpa pengawasan atau pengumpulan data yang baik. Kami tidak tahu kualitasnya. Ke depannya, kami akan mengatur ini,” katanya dalam pertemuan dengan pendiri Bosowa Group, HM Aksa Mahmud, pada Selasa (20/2).
Menurut rilis pers dari kementerian, tanggung jawab mengatur penempatan magang di luar negeri selama ini ada di Kementerian Ketenagakerjaan.
Tapi, Karding bilang dia sudah berdiskusi dengan Menteri Ketenagakerjaan untuk menyelaraskan upaya mengatur magang.
Pernyataan ini muncul menanggapi laporan pelanggaran hukum oleh WNI yang ikut program magang di Jepang, termasuk kasus perampokan terhadap lansia dan pencurian di sekolah.
Karding mencatat, magang yang biasanya 2-3 tahun sering terlihat seperti kerja penuh waktu dan kadang dimanfaatkan perusahaan di negara tujuan untuk dapat tenaga kerja murah tanpa kontrak resmi.
“Magang dan kerja beda. Kerja punya kontrak jelas dan gaji lebih baik. Inilah yang mau kami atur agar tidak ada skema tenaga kerja murah tersembunyi di negara tujuan,” tegasnya.
Tapi, pemerintah tidak bermaksud melarang WNI ikut magang di luar negeri. Tujuannya adalah mengatur sistem supaya tidak ada penyalahgunaan.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah menjadikan magang sebagai jalan transisi menuju pekerjaan resmi.
“Misalnya, magang satu tahun, setelah itu bisa jadi pekerja tetap yang terdaftar sebagai PMI. Atau, pulang ke Indonesia dan kerja di perusahaan yang mengirimnya,” jelasnya.
Berita terkait: Dapatkan kerja di luar negeri secara legal untuk tingkatkan kesejahteraan
Berita terkait: Batam: 2.715 PMI ilegal dicegah berangkat ke luar negeri
Berita terkait: Pemerintah dorong jalur legal untuk kerja di luar negeri yang lebih aman
Penerjemah: Asri, Kenzu
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025