Perlu keterlibatan lebih besar dari ayah dalam mendidik anak

Dahlia Integrated Health Post (posyandu) di desa Susukan, Ciracas, Jakarta Timur, tampak ramai pagi itu, dipenuhi suara tangisan anak-anak, merasa tidak nyaman oleh kerumunan. Sekitar 45 orang yang terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita menerima Makanan Bergizi Gratis di posyandu pada hari itu. Selain di Posyandu Dahlia, makanan juga didistribusikan ke sasaran penerima manfaat di Posyandu Anyelir, Ciracas.

Setelah menunggu, Wakil Menteri Pembangunan Keluarga dan Kependudukan, Ratu Isyana Bagoes Oka, dan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, tiba untuk membantu mendistribusikan makanan pada hari itu. Menu terdiri dari nasi goreng, telur dengan saus mentega, sawi tumis dan bakso, jeruk, dan susu. Beberapa anak terlihat makan dengan antusias, namun beberapa ibu terlihat gelisah.

“Masakannya kurang. Saya biasanya memberi anak saya ikan di rumah,” kata Windy, seorang ibu berusia 24 tahun, di Posyandu Dahlia. Dia kesulitan menenangkan anaknya yang menangis keras karena kerumunan di pos kesehatan terpadu, yang dipenuhi dengan beberapa kader dan petugas yang mendistribusikan makanan.

Beberapa ibu memindahkan makanan ke kotak makan siang yang mereka bawa dari rumah karena anak-anak mereka tidak selesai makan. Memang, sementara beberapa terlihat antusias, beberapa anak menjadi pilih-pilih dengan makanan.

“Anak-anak saya suka bakso jadi mereka makan semua bakso, tapi tidak telur,” kata Endang Monalisa, seorang ibu berusia 45 tahun dari desa Susukan, di Posyandu Anyelir. Dia datang ke posyandu dengan anak kembar berusia 3,5 tahun, Nizam dan Nadif.

Di kedua Posyandu Anyelir dan Dahlia, tidak ada ayah yang terlihat menemani anak-anak, meskipun ini bisa dimaklumi karena hari kerja—Jumat.

MEMBACA  Tersentuh, Wanita Ini Berbagi Kisah Menemukan Keberuntungan Tak Terduga Setelah Memberi Sedekah kepada Pengemis.

“Di mana para ayah? Saya tidak melihat ada pria di sini. Tidak ada ayah yang hadir hari ini, bukan?” tanya Wakil Menteri Tan.

“Mereka sedang bekerja, bu,” jawab ibu-ibu itu serempak.

Kemudian beliau menyarankan agar pada kesempatan berikutnya, para ayah juga menemani mereka sehingga bisa melihat perkembangan anak mereka dan berperan dalam mendidik.

Selama pemeriksaan balita di posyandu, ayah masih jarang terlihat. Ada banyak alasan mengapa kehadiran ayah masih jarang, misalnya faktor ekonomi atau beban ganda pada perempuan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020, ada 11,44 juta perempuan yang terdaftar sebagai kepala rumah tangga, yang menyumbang 15,7 persen dari pekerja upah.

Pejabat pelaksana kesetaraan gender di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indra Gunawan, mengatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 400 pekerja informal perempuan di sembilan provinsi, meskipun jumlah pekerja perempuan lebih sedikit daripada pria, kemungkinan perempuan menjadi pekerja informal lebih besar, sekitar 66 persen atau 54,5 juta.

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan yang memikul beban ganda dalam keluarga lebih rentan terhadap masalah ekonomi, yang dapat menyebabkan konflik di rumah tangga.

Wakil menteri koordinasi peningkatan kualitas anak, perempuan, dan pemuda di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengatakan bahwa kesetaraan dalam keluarga saat ini didorong, di mana, dalam mendidik anak, pria dan wanita sama-sama mendidik anak-anak mereka.

Memang, peran memenuhi kebutuhan ekonomi selama ini lebih banyak ditanggung oleh ayah. Namun, Kementerian Pembangunan Keluarga dan Kependudukan menjelaskan bahwa ayah juga harus terlibat—tidak hanya secara finansial, mereka juga harus hadir secara emosional untuk memenuhi kebutuhan psikologis ibu dan anak-anak.

MEMBACA  Setelah menjalani 108 tahun bersama dalam tahanan, 47 warga Hong Kong menghadapi putusan sidang keamanan | Berita Pengadilan

Wakil Menteri Oka mengatakan bahwa untuk meningkatkan keterlibatan ayah dalam mendidik anak, kementeriannya saat ini sedang mempromosikan Gerakan Ayah Teladan (Gate) sebagai bagian dari lima program percepatan.

Sejauh ini, dalam memberi makan anak, terutama balita, ibu masih memainkan peran utama. Oleh karena itu, melalui program Makanan Bergizi Gratis, diharapkan bahwa baik ayah maupun ibu dapat mendapatkan pendidikan tentang gizi yang baik untuk keluarga.

Pendidikan tentang pemenuhan gizi juga akan melibatkan para kader mulai dari kader posyandu hingga tim pendukung keluarga (TPK) Kementerian Pembangunan Keluarga dan Kependudukan, yang jumlahnya saat ini mencapai 600 ribu di seluruh Indonesia.

“Anak-anak juga dapat diperkenalkan kepada berbagai menu lain; ini juga sangat penting. Lidah mereka akan terbiasa dengan berbagai menu, dan semoga, mereka akan mengembangkan kebiasaan makan yang baik,” tambah Oka.

Untuk mewujudkan kesetaraan dalam mendidik anak, Wakil Menteri Tan menekankan pentingnya perencanaan keluarga untuk menghasilkan anak-anak berkualitas.

Posyandu, sebagai tempat untuk memantau pertumbuhan anak di bawah lima tahun di Indonesia, tidak boleh hanya diisi oleh ibu, tetapi juga ayah karena di sana, orangtua dapat belajar tentang pencapaian pertumbuhan anak mereka.

Ke depan, posyandu tidak hanya akan berfungsi sebagai tempat untuk memantau pertumbuhan anak secara bulanan tetapi juga untuk memberikan edukasi gizi bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak.

Oleh karena itu, kehadiran ayah sangat penting untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang sama dalam keluarga.

Tinggalkan komentar