Jakarta (ANTARA) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia menyatakan bahwa melindungi hiu paus tidak hanya tentang melestarikan spesies yang terancam, tapi juga sangat penting untuk menjaga ekosistem laut yang sehat dan memastikan keamanan "pangan biru" yang berkelanjutan.
"Perlindungan hiu paus tidak hanya tentang konservasi spesies, tetapi juga tentang kesehatan ekosistem laut dan keamanan pangan biru," ujar Sarmintohadi, Direktur Konservasi Spesies dan Genetik KKP, dalam pernyataannya di Jakarta pada Minggu.
Hiu paus dilindungi penuh oleh undang-undang Indonesia, masuk ke dalam Daftar Merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), dan tercantum dalam lampiran Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES).
Sarmintohadi mengatakan bahwa KKP sedang memperkuan tata kelola konservasi dengan meninjau ulang Rencana Aksi Nasional (RAN) Hiu Paus 2021–2025 untuk memastikan kelangsungan hidup ikan terbesar di dunia tersebut.
Tinjauan ini menekankan standar yang lebih ketat untuk pengelolaan wisata hiu paus dan kapasitas yang lebih kuat untuk mengurangi kejadian terdampar. Keduanya akan menjadi prioritas dalam rencana aksi 2026–2029 mendatang.
RAN yang berlaku saat ini, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri No. 16/2022, telah memberikan panduan untuk perlindungan hiu paus dan pemanfaatan non-ekstraktif. Namun, tantangan masih ada, mulai dari kapasitas tanggap darurat yang terbatas saat hiu terdampar hingga praktik pariwisata yang belum sepenuhnya berkelanjutan, tambahnya.
Meskipun KKP telah mengeluarkan pedoman teknis untuk wisata hiu paus pada tahun 2020, implementasi di lapangan masih kurang. Aktivitas yang dikelola dengan buruk berisiko baik untuk hewan maupun pengunjung.
"Standar wisata yang ramah satwa liar dan berkelanjutan serta respons yang lebih kuat terhadap kejadian terdampar akan menjadi fokus utama RAN 2026–2029," kata Sarmintohadi.
Evaluasi ini dilakukan dengan dukungan dari Konservasi Indonesia (KI) dan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) selama sebuah forum di Bogor pada tanggal 16–18 September, yang juga membahas strategi untuk fase konservasi berikutnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya konservasi laut yang lebih kuat, peningkatan respons terhadap kejadian terdampar, dan pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan ekologis sekaligus memajukan agenda ekonomi biru Indonesia.