Peringatan Bank Dunia Soal Kesehatan Fiskal Dorong Penguatan Rupiah

Senin, 22 Desember 2025 – 09:56 WIB

Jakarta, VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan masih akan bergerak naik turun, namun ditutup melemah pada perdagangan hari ini.

Baca Juga:
Dibuka Menghijau, IHSG Dibayangi Koreksi seiring Pelemahan Rupiah

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, kurs rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 16.735 per Jumat, 19 Desember 2025. Posisi ini melemah 13 poin dari kurs sebelumnya di Rp 16.722 pada perdagangan Kamis, 18 Desember 2025.

Sementara itu, perdagangan di pasar spot pada Senin, 22 Desember 2025 hingga pukul 09.02 WIB, rupiah ditransaksikan di Rp 16.746 per dolar AS. Posisi ini menguat 4 poin atau 0,02 persen dari posisi sebelumnya di level Rp 16.750 per dolar AS.

Baca Juga:
Superbank Bukukan Laba Rp 122,4 Miliar dan 1 Juta Transaksi Harian Per November 2025

Pengamat ekonomi dan pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan Bank Dunia memberikan peringatan terkait kesehatan fiskal Indonesia dalam jangka menengah. Menurut proyeksi mereka, defisit APBN akan melebar secara konsisten hingga mendekati batas psikologis 3 persen sampai tahun 2027. Hal ini seiring dengan penurunan rasio pendapatan negara dan peningkatan beban utang.

Baca Juga:
Harga Cabai Turun dan Telur Stagnan di Rp 33.000 Per Kg, Catat Daftar Lengkapnya

Defisit fiskal diproyeksikan berada di level 2,8 persen terhadap PDB pada 2025, dan bertahan di 2026. Angka itu diperkirakan terus melebar menjadi 2,9 persen terhadap PDB pada 2027, hampir menyentuh ambang batas defisit fiskal sebesar 3 persen seperti yang diatur dalam UU Keuangan Negara.

Proyeksi ini lebih tinggi dibanding realisasi defisit Oktober 2025 yang tercatat sebesar 2,0 persen terhadap PDB, maupun target APBN 2026 yang mematok defisit di level 2,7 persen. Pelebaran defisit tersebut tidak lepas dari tekanan berat pada sisi pendapatan negara.

MEMBACA  Produk Baru Bank dan Fintech Harus Masuk Ke Regulatory Sandbox, OJK Ungkap Tujuan mereka

Bank Dunia mencatat, rasio pendapatan negara terhadap PDB diproyeksikan turun tajam dari realisasi 13,5 persen pada 2022, menjadi hanya 11,6 persen pada 2025, sebelum sedikit membaik ke level 11,8 persen pada 2026.

Akibat dari pendapatan yang seret dan defisit yang melebar adalah kenaikan rasio utang pemerintah. Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat akan terus naik dalam tiga tahun kedepan.

Dari posisi 39,8 persen terhadap PDB pada 2024, rasio utang diperkirakan naik menjadi 40,5 persen pada 2025, 41,1 persen pada 2026, dan menembus 41,5 persen pada 2027. Kenaikan utang ini terjadi di tengah beban biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi.

Halaman Selanjutnya

Bank Dunia mencatat, rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan mencapai 20,5 persen hingga Oktober 2025. Artinya, seperlima pendapatan negara digunakan hanya untuk membayar kewajiban bunga utang pemerintah. Hal ini menunjukan sempitnya ruang gerak belanja pemerintah untuk sektor-sektor produktif lainnya.

Tinggalkan komentar