Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan bahwa transisi peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus rampung sebelum 12 Januari 2025.
Karenanya Anggota DPR RI Komisi XI Puteri Komarudin meminta Pemerintah beserta regulator terkait untuk segera merampungkan Peraturan Pemerintah (PP) transisi ini. Hal tersebut ditegaskan demi memberikan kepastian hukum dalam menjalankan peralihan kewenangan tersebut.
Puteri dalam keterangannya menjelaskan, sesuai Pasal 312 UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), pengaturan dan pengawasan mengenai aset keuangan digital, termasuk kripto akan beralih dari Bappebti menjadi kewenangan OJK.
Peralihan kewenangan ini, kata dia, diatur dalam PP yang harus ditetapkan paling lambat enam bulan sejak UU PPSK diterbitkan. Namun, RPP ini masih dalam proses pembahasan dan finalisasi oleh pemerintah dan regulator terkait.
“Sementara itu, proses peralihan kewenangan secara keseluruhan dilaksanakan maksimal 2 tahun terhitung dari 12 Januari 2023. Dengan demikian, proses transisi ini juga harus selesai sebelum 12 Januari 2025. Artinya, masih ada waktu yang tersisa untuk segera menyelesaikan peralihan ini sebaik mungkin,” kata dia, Selasa, 31 Desember 2024.
Dia mengatakan, dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama OJK pada 18 November 2024, DPR sudah mengingatkan OJK untuk mendorong pemerintah agar mempercepat terbitnya PP ini. Hal tersebut juga telah tertuang dalam kesimpulan rapat.
OJK, kata dia, harus terus berkoordinasi dengan Bappebti dan regulator lain. Ini untuk memastikan agar proses transisi ini berjalan dengan lancar dan soft landing. Sehingga, tidak mengganggu kegiatan operasional dan proses bisnis yang telah berjalan.
Puteri mengatakan, OJK perlu menjamin terciptanya ekosistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi. Oleh sebab itu, OJK perlu memastikan kesiapan dari segi kelembagaan dan regulasi, perizinan, infrastruktur dan teknologi pengawasan, SDM pengawas, bursa, penjaminan, mitigasi risiko, keamanan data, hingga perlindungan konsumen.
Apalagi, Puteri mencatat, jumlah investor kripto mencapai 21,63 juta dengan total transaksi Rp 475,13 triliun per Oktober 2024. Jumlah ini tentu sangat besar, bahkan melebihi investor pasar modal yang masih di kisaran 14,35 juta.
Tetapi, kata dia, instrumen investasi ini juga memiliki risiko yang tinggi. Belum lagi dengan maraknya aset kripto yang ilegal.
“Oleh sebab itu, kami tekankan agar OJK dapat memastikan aspek perlindungan bagi konsumen dan investor, termasuk menjamin upaya untuk edukasi kepada masyarakat terkait manfaat dan risiko dari aset ini,” kata dia.