Senin, 14 April 2025 – Sidang perkara dugaan korupsi tata niaga timah dengan terdakwa mantan Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk periode 2017–2020 Alwin Akbar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sidang kali ini menghadirkan saksi ahli, Prof. Dr. Tri Hayati, S.H., M.H., dosen Hukum Pertambangan dan Administrasi Negara dari Universitas Indonesia, serta Gatot Supiartono dosen Institut Bisnis Indonesia, yang ahli di bidang audit keuangan negara.
Gatot mengkritisi perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam perkara ini. Menurutnya, terdapat kekeliruan dalam metode penghitungan, terutama terkait penyewaan smelter dan pembelian bijih timah. Pihak Kejagung hanya menghitung berdasarkan harga pokok penjualan (HPP) saja.
Menurut Gatot, kerugian lingkungan harus dihitung dengan jelas dan pasti. Kerusakan lingkungan memang terjadi, tetapi belum tentu itu langsung dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara. Negara memiliki mekanisme pemanfaatan dana jamrek untuk pemulihan, sehingga belum bisa disimpulkan sebagai kerugian jika belum digunakan.
Gatot juga menyoroti BPKP yang terlalu cepat menyimpulkan bahwa seluruh transaksi dianggap ilegal sehingga diklaim sebagai kerugian total loss. Menurutnya, harus ada klasifikasi yang jelas sebelum menyimpulkan kerugian.
Sidang kasus dugaan korupsi tata niaga timah, ahli menyoroti kekeliruan perhitungan kerugian negara dalam perkara ini.