Pendaftaran Kartu SIM Berbasis Biometri untuk Tekan Penipuan Digital: Kementerian

Jakarta (ANTARA) – Kementerian Komunikasi dan Digital mengharapkan pendaftaran kartu SIM berbasis pengenalan wajah biometrik akan membatasi ruang gerak penjahat digital, yang sering menggunakan nomor telepon seluler sebagai pintu masuk.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital kementerian, Edwin Hidayat Abdullah, menyebutkan hampir semua metode kejahatan siber, seperti panggilan penipuan, spoofing, smishing, dan penipuan rekayasa sosial, menggunakan nomor telepon seluler sebagai alat utamanya.

“Kerugian akibat penipuan digital ini telah mencapai lebih dari Rp7 triliun. Bahkan, ada lebih dari 30 juta panggilan penipuan setiap bulan, dan setiap orang menerima setidaknya satu panggilan spam sekali seminggu. Makanya, kami menerapkan kebijakan wajib pendaftaran kartu SIM menggunakan pengenalan wajah,” ujarnya pada Rabu.

Kantor beliau dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) mengumumkan penerapan pendaftaran kartu SIM berbasis pengenalan wajah biometrik untuk pelanggan baru, yang akan dimulai pada 1 Januari 2026.

Pendaftaran ini masih sukarela dan masih dalam masa uji coba sebelum kebijakan diterapkan penuh pada 1 Juli 2026.

Abdullah menjelaskan bahwa fase awal di tanggal 1 Januari akan menggunakan sistem hybrid dimana calon pelanggan baru bisa memilih dua metode: menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) seperti sebelumnya, atau langsung menggunakan verifikasi biometrik wajah.

Lalu, mulai 1 Juli 2026, pendaftaran untuk pelanggan baru akan sepenuhnya biometrik.

Menurut dia, regulasi ini juga bertujuan membantu operator membersihkan basis data mereka dari nomor tidak aktif mengingat lebih dari 310 juta nomor telepon seluler beredar, padahal populasi dewasa Indonesia sekitar 220 juta.

“Ini akan memastikan sinyal frekuensi seluler digunakan oleh pelanggan sah dan loyal, bukan oleh pelaku kejahatan digital,” tegasnya.

Hingga September 2025, jumlah pelanggan telepon seluler tervalidasi mencapai lebih dari 332 juta. Namun, laporan dari Indonesia Anti-Scam Center (IASC) mencatat 383.626 akun dilaporkan penipuan, dengan total kerugian masyarakat mencapai Rp4,8 triliun.

MEMBACA  Dewan untuk membela keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Pemilihan Lokal

Kebijakan baru ini merupakan pembaruan dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Ketentuan Telekomunikasi.

Di aturan sebelumnya, pengguna baru nomor telepon seluler diwajibkan mendaftarkan kartu SIM menggunakan NIK dan nomor Kartu Keluarga (KK).

Namun dalam prakteknya, data NIK dan Kartu Keluarga sering dipinjam atau digunakan tanpa izin untuk melakukan kejahatan digital, seperti menyebar hoaks, judi online, spam, dan berbagai skema penipuan.

Pendaftaran SIM berbasis pengenalan wajah akan memastikan nomor telepon seluler diaktifkan hanya untuk pemilik yang terverifikasi, menutup celah dengan menggunakan data biometrik yang unik dan sulit dipalsukan.

Berita terkait: Kementerian lakukan uji publik tinjau penerapan e-SIM

Berita terkait: Kementerian minta penyelidikan dugaan kebocoran data kartu SIM

Penerjemah: Pamela Sakina, Resinta Sulistiyandari
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar