Jakarta (ANTARA) – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa para pemimpin daerah telah mendapat penjelasan soal penurunan transfer anggaran ke daerah (TKD), yang telah menimbulkan kekhawatiran dalam beberapa pekan terakhir.
Hadi mengatakan dalam pernyataan tercatat yang diterima di Jakarta pada Sabtu bahwa pertemuan antara gubernur dan Kementerian Keuangan baru-baru ini bukanlah bentuk protes, melainkan kesempatan bagi pemimpin daerah untuk menyampaikan saran dan masukan mengenai mekanisme transfer tersebut.
Dia menjelaskan bahwa ada dua skema transfer yang digunakan: langsung dan tidak langsung. Skema transfer tidak langsung mencakup beberapa program nasional yang dijalankan pemerintah pusat yang manfaatnya dirasakan masyarakat di tingkat daerah, seperti program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yang memiliki alokasi sekitar Rp335 triliun di APBN.
Dia mencatat bahwa beberapa kepala daerah menyatakan kekhawatiran atas pemotongan ini, karena dapat menghambat alokasi dana yang diperlukan untuk memenuhi janji kampanye politik.
Berita terkait: Kemenkeu Laporkan Penyerapan Anggaran Makanan Gratis Naik Tiga Kali Lipat
Hadi menekankan bahwa pemerintah pusat dan daerah perlu menyelaraskan pengelolaan anggaran mereka untuk memastikan setiap program benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
“Itu yang kami jelaskan — kami sekarang berkoordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan daerah untuk memperbaiki tata kelola anggaran dan mendesain program yang mengutamakan dampak nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Gubernur Jambi Al Haris, yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), menguraikan beberapa tantangan yang timbul dari pengurangan transfer anggaran daerah.
Antaranya adalah kesulitan dalam membayar insentif dan mengelola biaya operasional.
Berita terkait: Menteri Akan Alihkan Anggaran untuk Dana Stimulus Akhir Tahun
Haris juga menyebutkan bahwa banyak daerah yang kesulitan menyeimbangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 karena alokasi yang terbatas, berkurangnya bagi hasil, dan keterlambatan pencairan dana.
Daerah dengan pendapatan asli daerah yang kecil, katanya, sangat bergantung pada skema TKD dan Dana Desa. Pengurangan transfer ini dapat menghambat pelaksanaan program pembangunan prioritas.
Dia menambahkan bahwa beberapa pemimpin daerah khawatir pemotongan ini juga dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas aparatur sipil negara karena keterlambatan pembayaran gaji.
Berita terkait: Indonesia Targetkan Pertumbuhan 8 Persen pada 2029 dengan Rencana “Sumitronomics”
Penerjemah: Fathur Rochman, Mecca Yumna
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025