Jakarta (ANTARA) – Kementrian Kehutanan Indonesia telah mengeluarkan perintah tegas untuk tidak menerbitkan persetujuan baru penggunaan kawasan hutan (PPKH) di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyusul kekhawatiran terkait aktivitas penambangan nikel di wilayah tersebut.
“Merespons kekhawatiran tentang kerusakan lingkungan di kawasan bernilai konservasi tinggi seperti Raja Ampat, Menteri Kehutanan memerintahkan penghentian sementara penerbitan PPKH baru,” jelas Direktur Jenderal Perencanaan Kehutanan, Ade Triaji Kusumah, dalam pernyataannya pada Kamis (5 Juni).
Dia mengungkapkan, sementara persetujuan baru ditunda, kementrian saat ini sedang mengevaluasi dan memantau persetujuan yang sudah ada.
Hingga saat ini, dua persetujuan penggunaan hutan telah diberikan di wilayah Raja Ampat, satu pada 2020 dan lainnya di 2022.
Kusumah menjelaskan bahwa kedua persetujuan itu dikeluarkan berdasarkan izin di sektor pertambangan, termasuk izin usaha pertambangan (IUP) dan persetujuan lingkungan yang berlaku pada waktu itu.
Raja Ampat, kepulauan terkenal di dunia yang terletak di Papua Barat Daya, dikenal karena keanekaragaman hayati lautnya yang luar biasa, terumbu karang yang masih asli, serta banyak pulau yang ditutupi hutan lebat.
Mengingat pentingnya ekologi dan budaya Raja Ampat, Kusumah menegaskan bahwa Kementrian Kehutanan akan memprioritaskan perlindungan kawasan tersebut.
Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk melestarikan keanekaragaman hayati serta memberdayakan masyarakat adat dan lokal sebagai penjaga hutan yang berkelanjutan.
“Kami juga akan terus memperkuat koordinasi dengan instansi terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil agar setiap pembangunan di Raja Ampat bisa berjalan berkelanjutan dan tidak mengancam kelestarian lingkungan,” jelas Kusumah.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia memutuskan untuk menghentikan sementara operasi penambangan nikel PT GAG Nikel di Raja Ampat.
“Untuk sementara, kami akan menghentikan operasi sampai verifikasi lapangan selesai,” katanya dalam konferensi pers pada Kamis.
Dalam menjalankan bisnisnya, PT GAG Nikel telah memperoleh izin pemerintah berdasarkan kontrak kerja yang terdaftar di aplikasi Mineral One Data Indonesia (MODI), dengan luas izin tambang 13.136,00 ha.
Menurut Lahadalia, PT GAG Nikel satu-satunya perusahaan yang saat ini beroperasi di kawasan tersebut. Anak perusahaan PT Antam Tbk ini mendapat kontrak kerja pada 2017 dan memulai operasi setahun kemudian setelah memperoleh analisis dampak lingkungan (AMDAL).
“Ada beberapa izin tambang (yang diterbitkan) untuk Raja Ampat, mungkin lima. Nah, yang beroperasi sekarang cuma satu, yaitu PT GAG,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa pulau-pulau di Raja Ampat memiliki berbagai fungsi, sebagian besar untuk konservasi dan pariwisata, dengan beberapa wilayah mengandung sumber daya mineral.
Dia menyatakan bahwa tambang nikel tersebut tidak berada di destinasi wisata Piaynemo, Raja Ampat. Tambang itu terletak sekitar 30-40 kilometer dari lokasi wisata.