RUMAH NELAYAN AJUK 14 TUNTUTAN KE PEMERINTAH
JAKARTA – Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) menyampaikan 14 poin tuntutan kepada pemerintah. Mereka menolak beberapa kebijakan yang dianggap memberatkan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Laut dan naturalisasi kapal asing. Tuntutan-tuntutan ini adalah hasil dari Rembuk Nasional Nelayan 2025.
Para delegasi SNI langsung diterima oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg), Juri Ardiantoro, di komplek Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, pada hari Senin (29/9). Pertemuan ini bertujuan untuk menyampaiakan aspirasi yang nantinya akan diteruskan ke Presiden RI, Prabowo Subianto.
Ketua Umum SNI, Hadi Sutrisno, mengatakan bahwa ke-14 poin ini merupakan suara dan jeritan hati para nelayan serta pelaku usaha perikanan dari seluruh Indonesia. "Ini adalah hasil Rembuk Nasional 2025. Suara dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, sampai Sulawesi sudah bersatu," tegas Hadi.
Beberapa tuntutan utamanya antara lain pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Mereka juga menolak kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) untuk kapal di bawah 30 GT dan menghapus kewajiban Buku Pelaut yang dianggap tidak praktis.
Masalah perpajakan juga menjadi perhatian serius. Para nelayan minta agar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditetapkan maksimal 3 persen dan menghapus PBB Laut yang dianggap tidak adil. Mereka juga mendesak agar diskriminasi terhadap kapal angkut dan berbagai kewajiban sertifikat yang bisa jadi pungutan liar dihapuskan.
Tuntutan lain yang penting adalah penolakan keras terhadap naturalisasi kapal asing dan wacana menambah tenaga kerja asing di kapal perikanan. SNI curiga kebijakan ini berpotensi merugikan negara dan merusak ekosistem laut. Mereka mendorong KPK untuk menyelidiki potensi penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan-kebijakan tersebut.