Pemerintah Didorong untuk Memantau Ketat Permenperin terkait TKDN demi Menghindari Investor Pergi

Rabu, 11 September 2024 – 00:41 WIB

Jakarta, VIVA – Lahirnya Peraturan Menteri Perindustrian atau Permenperin Nomor 46 Tahun 2022 tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), merupakan upaya Kemenperin membuka kesempatan bagi para pelaku usaha Industri Kecil Menengah (IKM) untuk ikut berpartisipasi memenuhi kebutuhan barang dan jasa pemerintah.

Baca Juga :

Perusahaan RI Banyak yang Sudah Transformasi ke Digital, tapi…

Namun dalam prakteknya, aturan tersebut diduga telah membuat banyak perusahaan berskala besar ikut memanfaatkan regulasi, yang sebenarnya ditujukan untuk kepentingan IKM itu.

Sebab dalam Permenperin tersebut, pemerintah mewajibkan IKM memenuhi syarat 40 persen TKDN sebagai syarat untuk ikut berpartisipasi, dalam memenuhi kebutuhan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Baca Juga :

Beri Kontribusi Positif, Selly Adriatika Diberi Penghargaan Ini

Merespons hal itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengatakan, ketentuan TKDN 40 persen itu mestinya dibarengi dengan pengawasan yang ketat.

\”Sebab dalam implementasinya, syarat 40 persen TKDN banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk ikut proyek-proyek pemerintah,\” kata Darmadi dalam keterangannya, Selasa, 10 September 2024.

Baca Juga :

Jurus BKI Tingkatkan Kualitas Usaha Perkapalan di RI

Dia menegaskan, lemahnya pengawasan terkait implementasi TKDN justru bisa kontraproduktif, dan bahkan menghambat pertumbuhan investasi dalam negeri. \”Lemahnya pengawasan di lapangan, justru berpotensi membuat investor hengkang,\” ujarnya.  

Darmadi menjelaskan, kemudahan yang diberikan pemerintah bagi pelaku usaha dengan modal di bawah Rp 5 miliar untuk mendapatkan sertifikat TKDN IK dengan penetapan perhitungan besaran TKDN 40 persen, justru membuka celah terjadinya penyimpangan.

Privilege inilah yang menurutnya dimanfaatkan sebagai celah bagi pihak tertentu, untuk mengambil keuntungan. Modus yang ditempuh pelaku bisnis tak bertanggung jawab ini, menurut Darmadi, dilakukan dengan sangat sistematis.

MEMBACA  Indonesia membutuhkan pertumbuhan 6-8 persen untuk menjadi negara maju: Menteri

\”Diawali dengan membuat dan mendaftarkan perusahaan dalam skala yang memenuhi klasifikasi industri kecil, dengan verifikasi dari pejabat pemerintah terkait yang dilakukan secara daring hanya berdasarkan dokumen yang disampaikan, pelaku usaha ini dengan mudah mendaftarkan usahanya sebagai pabrikan atau produsen produk tertentu,\” ujar Darmadi. 

Modal kelengkapan dokumen inilah yang menurutnya kerap digunakan untuk menawarkan produk-produk, yang sebenarnya bukan merupakan produksinya. \”Jelas kondisi ini bertentangan dengan semangat penerapan TKDN itu sendiri,” kata Darmadi.

Tak hanya itu, Darmadi juga menduga modus sejenis juga terjadi pada kebutuhan sistem pendingin udara atau air conditioning (AC) dalam proyek-proyek pemerintah. Padahal, menurutnya dengan terjadinya hal ini, justru dapat menimbulkan beberapa kerugian bagi pemerintah.

\”Pertama, TKDN IK yang diharapkan dapat menumbuhkan industri kecil justru tidak mencapai sasarannya karena dimanfaatkan pelaku bisnis yang tak bertanggung jawab. Sementara di sisi lain, hal ini justru menjadi pintu masuknya sistem pendingin udara dari merek yang sebenarnya tak memenuhi besaran nilai TKDN sesuai disyaratkan pemerintah,\” ujarnya.

Halaman Selanjutnya

Privilege inilah yang menurutnya dimanfaatkan sebagai celah bagi pihak tertentu, untuk mengambil keuntungan. Modus yang ditempuh pelaku bisnis tak bertanggung jawab ini, menurut Darmadi, dilakukan dengan sangat sistematis.