Partisipasi rakyat diperlukan untuk pemilu yang adil

Semarang (ANTARA) – Partisipasi aktif dari masyarakat merupakan kunci untuk memastikan pemilihan umum yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil tahun ini.

Di sinilah pentingnya bertanya: Apakah Indonesia telah benar-benar melaksanakan pemilihan dalam gaya yang independen, jujur, adil, hukum, teratur, terbuka, proporsional, profesional, bertanggung jawab, efektif, dan efisien?

Di sinilah pengawasan partisipatif berperan penting, mengingat Indonesia perlu memastikan langkah pengawasan yang komprehensif, termasuk pemantauan kandidat, aktivitas terkait pemilihan rakyat, serta kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

Menurut direktur eksekutif Asosiasi Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, partisipasi aktif masyarakat dalam pemilihan akan meningkat jika penyelenggara pemilihan berhasil memastikan transparansi, termasuk dengan memberikan akses kepada masyarakat terhadap latar belakang para kontestan pemilihan.

Ia menekankan pentingnya masyarakat secara aktif mengawasi seluruh tahapan pemilihan umum mendatang selain menggunakan hak suara mereka.

Secara statistik, tingkat partisipasi masyarakat di tempat pemungutan suara (TPS) telah fluktuatif selama Era Reformasi. Berdasarkan data dari KPU, partisipasi pemilih pada Pemilu 2004 berada pada 84,7 persen. Pada Pemilu 2009, angka tersebut turun menjadi 71 persen.

Namun, angka itu sedikit meningkat menjadi 75,11 persen lima tahun kemudian. Kemudian, pada 2019, KPU mencatat tingkat partisipasi pemilih yang lebih tinggi, yaitu 81,69 persen, menunjukkan tingkat antusiasme yang lebih tinggi terhadap festival demokrasi.

Kali ini, masalahnya adalah bagaimana mendorong masyarakat untuk tidak hanya datang ke TPS, tetapi juga berpartisipasi dalam seluruh tahapan pemilihan.

Saat ini, periode kampanye, yang dimulai pada 28 November 2023 dan akan berakhir pada 10 Februari, sedang berlangsung. Periode ini akan diikuti oleh periode intervensi, dari 11 hingga 13 Februari, di mana semua pihak akan diwajibkan untuk menghentikan kampanye sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari.

MEMBACA  Persiapan Indonesia untuk Peta Jalan Zakat Nasional 2025-2045

Selama waktu ini, masyarakat dapat membantu komite pengawas pemilihan lokal dengan melaporkan dugaan pelanggaran pemilihan oleh kontestan dan tim mereka.

Total 18 partai politik nasional ikut dalam pertempuran politik tahun ini. Menurut nomor seri mereka, partai-partai tersebut adalah:

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra),
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
Partai Golongan Karya (Golkar),
Partai Nasional Demokrat (NasDem),
Partai Buruh,
Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora),
Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai Kebangkitan Nusantara (PKN),
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura),
Partai Garuda,
Partai Amanat Nasional (PAN),
Partai Bulan Bintang (PBB),
Partai Demokrat,
Partai Solidaritas Indonesia (PSI),
Partai Persatuan Indonesia (Perindo),
Partai Persatuan Pembangunan (PPP);
Partai Ummat.

Nomor seri 18 hingga 23 telah diklaim oleh partai politik lokal dari provinsi Aceh.

Menurut KPU, 18 partai politik nasional bersaing untuk 580 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari 84 daerah pemilihan di seluruh Indonesia. Sementara itu, 2.372 dan 17.510 kursi diperebutkan di dewan perwakilan provinsi dan kabupaten/kota, masing-masing. Posisi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di 38 daerah pemilihan juga sedang diperebutkan.

Sementara itu, tiga pasangan calon telah mendaftar untuk pemilihan presiden 2024: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Pasangan Nomor 1), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Pasangan Nomor 2), dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Pasangan Nomor 3).

Komisi tersebut secara resmi menetapkan periode kampanye pemilihan selama 75 hari mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 untuk ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Semua partai politik peserta dan kontestan presiden telah berjanji untuk menyelenggarakan pemilihan presiden dan parlemen secara damai.

Selama periode kampanye dan setelahnya, beberapa calon, atau bahkan tim mereka, cenderung terlibat dalam politik uang dengan mengunjungi rumah-rumah masyarakat dan menawarkan uang sebagai imbalan suara.

MEMBACA  Wordle hari ini: Jawaban dan petunjuk untuk 2 Juni

Kesadaran dan pengawasan aktif masyarakat sangat penting untuk mengawasi praktik tersebut dan mencegah calon dan tim mereka menggunakan politik uang.

Perlu dicatat bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023, melarang dengan tegas calon dan tim kampanye mereka untuk membujuk orang agar memilih kontestan tertentu dengan menawarkan hadiah, termasuk dalam bentuk uang.

Sesuai dengan undang-undang, mereka yang terbukti mendorong orang untuk tidak menggunakan hak suara akan menghadapi hukuman empat tahun penjara dan denda maksimal Rp48 juta (US$3 ribu).

Masyarakat harus melakukan pengawasan ketat terhadap proses pemilihan untuk mencegah kandidat manapun mencemarkan pelaksanaan Pemilu 2024 dan memastikan pemilihan tetap menjadi perayaan demokrasi yang jujur dan adil demi kepentingan bangsa.

Berita terkait: Pencoblosan suara di bilik suara oleh warga Indonesia di Jerman pada 10 Februari: PPLN

Berita terkait: PPLN Kuala Lumpur menerima logistik pemilihan menjelang hari pemungutan suara

Editor: Rahmad Nasution
Hak Cipta © ANTARA 2024