Operasi Penebangan Liar Besar-besaran di Mentawai Ditutup Paksa

Jakarta (ANTARA) – Pihak berwenang Indonesia telah membongkar operasi penebangan liar di Kepulauan Mentawai dan menyita 4.610,16 meter kubik kayu dari Hutan Sipora.

“Praktik ini diduga telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp240 miliar,” kata Direktur Tindak Pidana Kehutanan Kementerian Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, di sini, pada hari Rabu.

Penyitaan ini dilakukan setelah operasi lapangan gabungan pada 4 Oktober, di mana Tim Garuda Satgas Penegakan Hukum (PKH) dan pejabat Kementerian Kehutanan menyegel area operasi dan menyita fasilitas produksi di Unit Pengelolaan Hutan (HPT) Sipora.

Penyelidikan sekarang sedang dilakukan terhadap seorang individu bernal inisial IM dan perusahaan PT BRN.

“PT BRN diduga melakukan penebangan liar yang terorganisir dari tahun 2022 hingga 2025 di Desa Tuapejat dan Betumonga,” jelas Napitu.

“Operasinya melibatkan penebangan kayu di luar area yang diizinkan, masuk ke dalam zona hutan, dan memalsukan Sertifikat Legalitas Hasil Hutan (SKSHH) untuk melegitimasi kayu tersebut.”

Kayu gelondongan itu diangkut dengan kapal tunda Jenebora I dan dimuat ke tongkang Kencana Sanjaya & B di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.

Kesaksian pekerja mengungkapkan bahwa tiga kali pengiriman telah dilakukan ke Surabaya, dengan total sekitar 11.629,33 meter kubik, termasuk kayu yang saat ini dalam pengawasan pemerintah.

Citra satelit dan verifikasi lapangan menunjukkan bahwa area yang terdampak membentang sekitar 597,35 hektar—terdiri dari 7,79 hektar jalan di dalam zona hutan produksi dan 589,56 hektar di luar area Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang ditetapkan.

“Selain menegakkan hukum pidana kehutanan, kami mempersiapkan penegakan regulasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk mengganggu aliran keuntungan ilegal dan meningkatkan efek jera,” tambah Napitu.

Kantornya memperkirakan kerugian Rp240 miliar itu termasuk Rp42 miliar dari nilai kayu, disamping kerusakan lingkungan dan ekosistem.

MEMBACA  IDF memulai operasi baru di Jalur Gaza Tengah

Dirjen Penegakan Hukum Dwi Januanto Nugroho menekankan bahwa penyelidikan, termasuk tahap hilirnya di Gresik, mencerminkan kebijakan negara yang lebih luas untuk menutup celah perusakan hutan dari hulu ke hilir.

“Pelaku akan menghadapi sanksi administratif, perdata, dan pidana, termasuk pencabutan izin,” peringat Nugroho. “Jika unsur pidana terpenuhi, mereka dapat menghadapi hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp15 miliar.”

Berita terkait: Pemerintah promosikan model multi-usaha untuk tingkatkan potensi hutan

Berita terkait: Indonesia percepat pengakuan hutan adat

Penerjemah: Resinta Sulistiyandari
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © ANTARA 2025