Nusakambangan: Dari Keamanan Maksimum Menuju Pusat Harapan

Cilacap, Jawa Tengah (ANTARA) – Tahun 2025 menandai tonggak sejarah baru bagi sistem pemasyarakatan di Pulau Nusakambangan, yang kini telah bertransformasi menjadi pusat rehabilitasi modern dengan program pemberdayaan ekonomi yang progresif dan berkelanjutan.

Selama dekade dikenal sebagai “Alcatraz-nya Indonesia,” Pulau Nusakambangan tak lagi sekadar tempat jeruji besi dan tembok tebal, meski pulau yang menjadi bagian dari Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah ini masih menjadi rumah bagi 13 Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Menjelang akhir 2025, suasana di pulau selatan Cilacap itu terasa berbeda. Dengung mesin jahit, berdebumnya mesin press paving block, dan harumnya aroma dari lahan pertanian holistik mulai mengimbangi kesan angker yang lama melekat.

Di bawah koordinasi Kementerian Hukum dan HAM, 2025 menjadi babak baru di mana revitalisasi fungsi pemasyarakatan benar-benar diuji dan dibuktikan melalui pendekatan yang lebih manusiawi.

Sepanjang 2025, pemerintah secara agresif melakukan restrukturisasi ekosistem pemasyarakatan di pulau seluas 210 kilometer persegi itu.

Fokus utamanya adalah realisasi "revitalisasi pemasyarakatan," yang membagi tingkat rehabilitasi berdasarkan tingkat risiko narapidana, yaitu Keamanan Super Maksimum, Keamanan Maksimum, Keamanan Medium, dan Keamanan Minimum.

Salah satu peristiwa besar tahun ini adalah transfer besar-besaran ratusan narapidana berisiko tinggi dari berbagai daerah di Indonesia ke beberapa Lapas yang menerapkan sistem keamanan super-maksimum, termasuk Lapas Karanganyar, Lapas Pasir Putih, Lapas Batu, dan lapas lainnya di Nusakambangan.

Namun, kebijakan ini tidak hanya dimaksudkan untuk “mengurung” pelaku kejahatan serius. Isolasi bertujuan memutus jaringan perdagangan narkoba dan radikalisme sekaligus memberi ruang untuk rehabilitasi mental yang lebih intensif dan personal.

Kepala Subdirektorat Kerja Sama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti, mengatakan penempatan narapidana berisiko tinggi di Lapas super-maksimum merupakan bagian dari upaya menjaga keamanan sambil memastikan proses rehabilitasi tetap berjalan.

MEMBACA  Industri Keramik Indonesia Menuju Empat Besar Dunia

Meski narapidana ditempatkan secara individual, kegiatan keagamaan dan program pengembangan diri tetap dilaksanakan di sel masing-masing. Bahkan, setiap hari mereka diberikan sekitar satu jam di luar sel untuk sekadar olahraga ringan atau menghirup udara segar.

Di Lapas super-maksimum, juga ada pendampingan dari konsultan rehabilitasi yang rutin memantau kondisi dan perilaku narapidana. Bimbingan dan pendampingan ini tetap dilakukan di dalam sel masing-masing, dengan tujuan mendorong perubahan perilaku positif.

Setiap enam bulan, narapidana menjalani evaluasi untuk menilai perubahan perilaku, sehingga status penempatannya dapat ditinjau ulang jika menunjukkan perkembangan positif.

“Jika hasil asesmen menunjukkan perubahan perilaku yang baik, tingkat keamanannya bisa diturunkan. Namun, jika tidak ada perubahan, mereka tetap di sel super-maksimum,” kata Aprianti.

Ekonomi sirkular

Transformasi yang paling terlihat di tahun 2025 adalah melonjaknya aktivitas ekonomi produktif di dalam lapas.

Salah satu inovasi di 2025 adalah pemanfaatan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), limbah pembakaran batubara di pembangkit listrik tenaga uap, yang diolah narapidana menjadi material konstruksi berkualitas tinggi.

Di bengkel khusus, narapidana dilatih mengoperasikan mesin-mesin modern untuk memproduksi paving block dan batako dari bahan FABA.

Program ini tidak hanya mengatasi masalah lingkungan, tetapi juga memberikan upah atau insentif bagi narapidana, yang dapat menjadi tabungan saat mereka bebas.

Di luar sektor konstruksi, sektor garmen dan kerajinan tangan juga telah mengalami digitalisasi.

Produk buatan narapidana, mulai dari seragam dinas hingga kerajinan kayu jati khas Nusakambangan, kini dipasarkan lebih luas melalui platform digital dan pameran nasional.

Ini membuktikan bahwa keterbatasan fisik di pulau terisolasi bukanlah penghalang untuk terhubung dengan rantai pasok industri modern.

Sejalan dengan visi pemerintah pusat tentang ketahanan pangan, Lapas Kelas IIB Terbuka Nusakambangan tahun ini berhasil mengubah lahan tidur menjadi area pertanian produktif.

MEMBACA  NU Milik Seluruh Rakyat, Bukan Hanya Segelintir Golongan

Mereka membudidayakan berbagai komoditas, mulai dari jagung dan kedelai hingga sayuran hidroponik.

Bagi narapidana yang ikut, program ini menjadi bentuk "pra-pembebasan" yang crucial. Bekerja di ruang terbuka, berinteraksi dengan tanah, merawat tanaman, beternak, dan budidaya udang memberikan efek terapi yang luar biasa.

Salah seorang narapidana di Lapas Permisan Nusakambangan, Maman, mengaku senang bisa terlibat dalam pengembangan tambak udang, meski sebelumnya tidak pernah berkecimpung di bidang perikanan.

“Alhamdulillah, banyak manfaatnya. Saya bisa dapat pengalaman dan tidak merasa bosan. Kalau di dalam (lapas) terus, itu membosankan,” kata narapidana yang masih menyandang sisa enam tahun masa pidana itu.

Reformasi dari dalam

Tahun ini juga menandai digitalisasi penuh administrasi pemasyarakatan di Nusakambangan.

Penggunaan sistem smart prison memungkinkan pemantauan real-time terhadap catatan rehabilitasi narapidana. Setiap poin perkembangan, dari kehadiran dalam sesi keagamaan, kedisiplinan di bengkel, hingga hasil asesmen psikologis, dimasukkan ke dalam sistem database terpusat.

Data tersebut menjadi dasar objektif untuk pemberian hak narapidana. Jika seorang narapidana menunjukkan peningkatan perilaku yang konsisten di lapas keamanan maksimum, ia berpeluang ditransfer ke tingkat keamanan lebih rendah, yang memberikan akses lebih besar ke pelatihan kerja.

Beberapa tantangan seperti overcrowding di area tertentu dan kompleksitas latar belakang narapidana tetap menjadi beban sistemik.

Namun, kesuksesan Nusakambangan dalam mengelola ribuan narapidana berisiko tinggi sambil memprioritaskan program pemberdayaan telah menjadi model yang mulai direplikasi di daerah lain di Indonesia.

Saat matahari terbenam di cakrawala barat Pantai Permisan, Nusakambangan, bayangan jeruji besi tak lagi tampak semenyeramkan dulu.

Di bawah cahaya lampu yang menerangi beberapa jalan utama di Pulau Nusakambangan, masa depan sistem pemasyarakatan Indonesia yang lebih cerah dan terukur mulai terlihat.

MEMBACA  Menyongsong MotoGP Misano, Francesco Bagnaia Siap Pamer Kejayaan

Saat para narapidana kembali ke blok huniannya setelah seharian penuh bekerja di bengkel, ada kebanggaan di mata mereka, sertifikat kompetensi di tangan, serta optimisme bahwa suatu hari nanti mereka akan meninggalkan pulau ini.

Berita terkait: Pemerintah bangun lapas berkapasitas 1.500 untuk atasi overpopulasi

Berita terkait: Sumut transfer 68 narapidana ke pulau penjara Nusakambangan pada 2024

Editor: Rahmad Nasution
Hak Cipta © ANTARA 2025

Tinggalkan komentar