Nilai ekonomi karbon untuk mendukung pencapaian target iklim

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa nilai ekonomi karbon (NEK) bertujuan untuk mendukung pencapaian target iklim Indonesia. NEK bertujuan untuk mendukung target pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan oleh pemerintah, kata direktur jenderal pengendalian perubahan iklim (PPI) di kementerian, Laksmi Dhewanthi, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) di Jakarta pada Jumat.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan NEK untuk Pencapaian Target Kontribusi Penentuan Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, NEK adalah alat untuk mewujudkan pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Jadi, tujuannya bukan hanya mencari keuntungan ekonomi. Memang ada manfaat ekonomi sebagai nilai tambah, tetapi ini juga bisa menjadi insentif bagi mereka yang melakukan upaya mitigasi,” kata Dhewanthi.

Dia menambahkan bahwa nilai ekonomi karbon, dalam berbagai mekanisme, hanya bisa direalisasikan jika ada tindakan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di setiap sektor yang ditargetkan oleh Dokumen Kontribusi Penentuan Nasional (NDC) terkait iklim.

Ada empat jenis mekanisme nilai ekonomi karbon: perdagangan karbon, pembayaran berbasis hasil, tarif karbon seperti pajak karbon dan bea karbon, serta mekanisme lain yang dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmiah.

Indonesia telah mulai menerapkan perdagangan karbon dan pembayaran berbasis hasil. Perdagangan karbon mulai diterapkan pada sektor energi, khususnya sub-sektor pembangkit listrik dan offset emisi gas rumah kaca.

Sementara itu, pembayaran berbasis hasil untuk pengurangan emisi telah dilakukan melalui beberapa skema, termasuk Dana Iklim Hijau, Dana Karbon FCPF Kaltim, Dana BioCarbon Jambi, dan melalui kerja sama dengan pemerintah Norwegia.

MEMBACA  Jemaah Haji Asal Palembang Meninggal Sebelum Berangkat ke Tanah Suci

Beberapa dana telah diterima oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan akan didistribusikan ke 34 provinsi berdasarkan kinerja.

“Untuk satu kegiatan atau satu mitigasi, mereka seharusnya tidak mendapatkan pembayaran dua kali. Jadi, daerah yang telah menerima pembayaran atas kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca mereka dalam periode waktu ini, mereka seharusnya tidak menjual karbon yang sama lagi,” kata Dhewanthi.

Pengecualian akan diberikan ketika pemerintah daerah menunjukkan bahwa ada upaya mitigasi tambahan di daerah tersebut yang dapat divalidasi, tambahnya.

Berita terkait: Pelindo akan mendukung aksi iklim dengan melindungi ekosistem karbon biru
Berita terkait: Integrasi kebijakan sangat penting untuk mengatasi perubahan iklim: Bappenas
Berita terkait: Implementasi pajak karbon akan dibagi menjadi dua fase: Pemerintah

Copyright © ANTARA 2024