Senin, 25 Agustus 2025 – 20.16 WIB
Jakarta, VIVA – Penjualan mobil nasional masih terjebak di angka satu juta unit setiap tahunnya, yang menunjukan stagnasi yang berkelanjutan. Di tahun 2024, penjualan bahkan hanya mencapai 865 ribu unit, lebih rendah dari periode sebelum pandemi.
Baca Juga:
Penjualan Mobil Global Semester I 2025, Indonesia Urutan Berapa?
Dalam acara diskusi yang diadakan oleh Forum Wartawan Industri di Kementerian Perindustrian, isu ini menjadi perhatian utama. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyatakan kondisi ini memerlukan intervensi kebijakan.
"Tahun lalu cuma 865 ribu unit, nah kita gak mau ini terus turun. Kalau ditotal sama sepeda motor, itu sudah lebih dari 3 juta, dan ini daya tarik sendiri buat investor," ujarnya, dikutip VIVA Otomotif Senin 25 Agustus 2025.
Baca Juga:
Berdiri Dekat SPKLU Bisa Ganggu Pernafasan
Kukuh menekankan bahwa pasar otomotif bisa menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Menurut dia, dengan kebijakan yang konsisten, potensi lapangan kerja dan investasi baru akan terbuka lebar.
Sementara itu, pertumbuhan kendaraan listrik berbaterai (BEV) terus naik. Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, menyebut populasi kendaraan listrik pada semester pertama 2025 sudah mencapai 270 ribu unit.
Baca Juga:
Terpopuler: Honda Bekas Murah, Mobil Listrik Rp80 Jutaan
"Pada 2024 total populasi mencapai 207 ribu unit, naik 78 persen dibanding 2023. Sebagian besarnya adalah kendaraan roda dua dan empat, sisanya bus dan kendaraan lain," tuturnya.
Acara diskusi mobil listrik di Kementerian Perindustrian
Dia menjelaskan insentif impor CBU kendaraan listrik berlaku hingga Desember 2025. Tapi mulai 2026, perusahaan diwajibkan memenuhi komitmen produksi dalam negeri dengan skema satu banding satu.
Kukuh Kumara mengingatkan bahwa lonjakan BEV jangan sampai menekan industri konvensional yang punya kandungan lokal tinggi. "Pangsa pasar BEV pada Juli 2025 sudah 9,8 persen, ini bagus, tapi jangan sampai mematikan industri existing yang 80-90 persen kandungan lokalnya," tegasnya.
Peneliti Senior LPEM FEB UI, Riyanto, berpendapat insentif impor BEV memang berhasil mempercepat adopsi. "Uji pasar sudah berhasil, penjualan naik tajam, tapi dampak ekonominya cuma di sektor perdagangan, bukan produksi," katanya.
Riyanto mengingatkan target produksi 400 ribu unit BEV pada 2025 terancam gagal jika impor terus mendominasi. "Kalau insentif impor diperpanjang, investor yang sudah bangun pabrik akan merasa tidak fair," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Dia menjelaskan insentif impor CBU kendaraan listrik berlaku hingga Desember 2025. Namun mulai 2026, perusahaan diwajibkan memenuhi komitmen produksi dalam negeri dengan skema satu banding satu.