Jakarta (ANTARA) – Menteri Perdagangan Indonesia Budi Santoso menyatakan keyakinannya bahwa upaya untuk merevisi dan meningkatkan Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ATIGA) akan memungkinkan negara-negara Asia Tenggara menghadapi tantangan ekonomi global dengan lebih baik.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan pada hari Senin, upaya ini tercermin dari penandatanganan draf Protokol Kedua untuk Mengamendemen ATIGA oleh Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura, dan Thailand selama KTT ASEAN ke-47 di Kuala Lumpur pada Sabtu, 25 Oktober.
Keesokan harinya, Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Abdul Aziz—yang mengetuai Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN—secara resmi menyerahkan draf tersebut kepada Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn.
“Penyerahan resmi draf perjanjian ini mencerminkan komitmen bersama negara-negara anggota ASEAN untuk mendorong sistem perdagangan yang modern, inklusif, dan berkelanjutan guna memajukan integrasi ekonomi regional,” ujar Santoso.
Dia menjelaskan bahwa revisi perjanjian dagang, yang dijuluki ATIGA Upgrade, memperkenalkan perubahan-perubahan penting untuk membantu negara-negara ASEAN mengatasi tantangan dan merebut peluang dalam perdagangan regional di tengah perubahan dinamika global.
Menteri tersebut menggambarkan perjanjian yang ditingkatkan ini sebagai instrumen strategis bagi komunitas ASEAN untuk mempromosikan praktik perdagangan ramah lingkungan, memperkuat peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), meningkatkan konektivitas rantai pasok, dan mengembangkan mekanisme alternatif untuk menyelesaikan sengketa dagang.
“Tidak hanya sekadar memperbarui ketentuan, kami juga memperkuat pasar dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk pertumbuhan serta pengembangan rantai pasok yang tangguh dan kompetitif,” tegas Santoso.
ATIGA yang diperbarui ini akan mulai berlaku 18 bulan setelah semua pihak menandatangani protokol. Kamboja dan Laos telah menandatangani revisi tersebut ad referendum—menunggu ratifikasi domestik—sementara Myanmar dan Vietnam diharapkan menandatangani bulan depan.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Indonesia, Djatmiko Bris Witjaksono, mencatat bahwa Indonesia berhasil mempertahankan ketentuan mengenai perdagangan gula dan beras dalam protokol amendemen tersebut.
“Ini sangat penting untuk memastikan stabilitas harga dan pasokan dua komoditas utama ini,” pernyataannya, menambahkan bahwa ATIGA yang ditingkatkan ini juga diharapkan dapat membantu UMKM Indonesia memperluas jangkauan pasar mereka di seluruh kawasan.
Pada tahun 2024, perdagangan intra-ASEAN mencapai US$823,1 miliar, yang merupakan 21,4 persen dari total perdagangan ASEAN dengan mitra global.
Berita terkait: RI perdalam penelitian pendidikan dini melalui kolaborasi regional
Berita terkait: Pakta AZEC perkuat dorongan Indonesia untuk transisi energi: menteri
Penerjemah: Shofi A, Tegar Nurfitra
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © ANTARA 2025