Meningkatkan Penerbangan Haji yang Lancar

Penerbangan haji mengalami beberapa masalah teknis dan operasional tahun ini yang mengakibatkan keterlambatan dan perubahan jadwal penerbangan.

Ada beberapa alasan mengapa banyak penerbangan terlambat, seperti suhu ekstrem di Arab Saudi, yang mengakibatkan penurunan kinerja pesawat, keterbatasan ketersediaan pesawat, dan kemacetan bandara di negara tersebut.

Hingga saat ini, maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia menjadi satu-satunya maskapai Indonesia yang telah memasuki perjanjian kerjasama dengan Kementerian Agama untuk menyediakan penerbangan haji. Tahun ini, Garuda Indonesia bertugas mengangkut 109.072 jamaah haji.

Satunya-satunya maskapai penerbangan lain yang diizinkan untuk mengangkut jamaah haji Indonesia adalah Saudia.

Pada awal Juli, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mencatat bahwa proses penerbangan haji tahun ini penuh dengan tantangan. Untuk pertama kalinya, lebih sedikit pesawat milik Garuda yang digunakan dibandingkan dengan menyewa tambahan pesawat khusus selama periode haji 3 bulan.

Untuk periode haji tahun ini, Garuda Indonesia mengoperasikan armada empat belas pesawat, terdiri dari enam pesawat yang dimiliki dan delapan pesawat disewa. Pesawat-pesawat tersebut termasuk model B777-300, A330-300, A340-300, B747-400, dan B777-300.

Delapan pesawat yang disewa telah menjalani serangkaian uji kelengkapan udara oleh Kementerian Perhubungan. Setiaputra mengatakan bahwa beberapa jenis pesawat yang disewa, seperti Boeing B747-400 yang berusia 23 tahun, dan seri Airbus A340-300 dengan mesin ganda, tidak lagi digunakan untuk layanan penumpang.

Namun, jenis pesawat tersebut dipilih untuk transportasi haji karena kapasitas minimum 360 penumpang, sesuai dengan standar Kementerian Agama tentang jumlah minimum 360 penumpang per kelompok penerbangan.

Hal ini menimbulkan tantangan karena pesawat berbadan lebar yang digunakan oleh maskapai penerbangan di seluruh dunia untuk penerbangan jarak jauh jarang memiliki konfigurasi kelas ekonomi penuh. Pesawat biasanya memiliki kursi kelas bisnis dan kelas satu.

MEMBACA  Pegadaian Peduli Mengajak Para Relawan Bakti BUMN Batch V Membangkitkan Sumbar

Penerbangan haji juga semakin kompleks karena keterbatasan ketersediaan pesawat berkapasitas besar. Selain itu, musim haji bertepatan dengan liburan musim panas di Eropa, meningkatkan permintaan penerbangan ke Eropa dan membuat sulit bagi Garuda Indonesia untuk mendapatkan tambahan pesawat untuk disewa untuk penerbangan haji.

Lebih lanjut, proses pengadaan pesawat membutuhkan waktu yang lama, mencapai lebih dari 7 bulan dan melibatkan 9 tender. Inilah salah satu alasan mengapa Garuda Indonesia terlambat dalam mengajukan jadwal penerbangan ke otoritas Saudi.

Menjelang keberangkatan jamaah haji, Setiaputra mengungkapkan bahwa 46 dari 81 kelompok penerbangan jamaah haji Indonesia tidak sesuai dengan rencana awal karena Garuda Indonesia gagal mendapatkan slot di bandara.

Akibatnya, 46 kelompok jamaah haji yang dijadwalkan berangkat dari Bandara Internasional Raja Abdulaziz di Jeddah diarahkan ke Bandara Madinah untuk kembali ke Indonesia. Perubahan ini mengharuskan perjalanan darat yang jauh lebih panjang bagi para jamaah.

\”Kami terlambat dalam pengajuan (jenis pesawat). Saat kami meminta slot, otoritas Saudi akan menanyakan apa jenis pesawatnya, sementara kami belum menyelesaikan proses penyewaan. Oleh karena itu, ketika kami mengajukan, sudah terlambat dan (slotnya) sudah diisi oleh orang lain,\” jelasnya.

Namun, Garuda Indonesia menutupi semua biaya tambahan yang timbul akibat keterlambatan, termasuk hotel, transportasi, dan makanan.

Keterlambatan juga disebabkan oleh keterbatasan jam terbang awak pesawat. Awak pesawat memiliki aturan jam terbang yang tidak boleh dilanggar untuk memastikan keselamatan penerbangan.

Sebagai langkah antisipasi terhadap gangguan penerbangan akibat kegagalan mesin pesawat, Garuda Indonesia juga menyiapkan tiga pesawat reguler sebagai cadangan untuk melayani keberangkatan jamaah haji.

Namun, hal ini menyebabkan keterlambatan dalam sekitar 200 penerbangan reguler.

\”Meskipun begitu, saya menjamin semuanya sudah teratasi sekarang, sehingga tidak ada lagi jamaah haji yang slotnya dipindahkan. Mereka yang seharusnya pulang (ke Indonesia) dari Jeddah akan pulang dari Jeddah. Begitu juga mereka yang seharusnya pulang dari Madinah akan pulang dari Madinah,\” tegasnya.

MEMBACA  Pemberantasan kemiskinan ekstrim memerlukan pendekatan lokal: menteri

Berdasarkan data Garuda Indonesia, kinerja tepat waktu maskapai selama fase keberangkatan haji mencapai 80 persen tahun ini. Dari total penerbangan, 32 persen tepat waktu, 21 persen terlambat, dan 47 persen berangkat lebih awal dari jadwal.

Secara umum, 86 persen keterlambatan disebabkan oleh faktor operasional sementara 14 persen disebabkan oleh faktor teknis pesawat.

Adapun untuk fase kepulangan, data Garuda Indonesia per 3 Juli 2024 menempatkan kinerja tepat waktu maskapai sebesar 71 persen, dengan 44 persen penerbangan tepat waktu, 29 persen mengalami keterlambatan, dan 28 persen berangkat lebih awal.

Dari total keterlambatan, 4 persen terjadi karena aspek pesawat, sementara 96 persen disebabkan oleh aspek operasional dan layanan di Arab Saudi, seperti penanganan jamaah haji lanjut usia dan sakit yang memerlukan perlakuan khusus serta peningkatan jumlah jamaah haji, yang tidak didukung oleh kapasitas tambahan di bandara Jeddah, menyebabkan penumpukan di beberapa area, baik di gerbang keberangkatan maupun imigrasi.

Isu keterlambatan penerbangan menjadi sorotan terbesar dan menimbulkan keluhan selama periode keberangkatan haji 2024. Penerbangan kelompok 3 jamaah haji di Titik Keberangkatan Kualanamu mengalami keterlambatan 12 jam 30 menit.

Insiden lain terjadi pada penerbangan GA-1105 dari Makassar ke Madinah, yang membawa 450 penumpang di dalamnya. Pesawat harus kembali ke bandara keberangkatan karena adanya percikan.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Evita Nursanty, mendorong Garuda Indonesia untuk melaksanakan program khusus untuk penerbangan haji tahun depan.

Ini bisa membantu mencegah kesalahan yang terulang setiap tahun.

Nursanty menyarankan agar Garuda Indonesia memberi kesempatan kepada maskapai lain untuk mendukung penerbangan haji pada 2025 jika pesawatnya tidak mencukupi.

Beliau mencatat bahwa masalah keterlambatan telah menarik keluhan terbanyak dari para jamaah.

MEMBACA  Israel menghidupkan kembali trebuchet, varian katapel yang digunakan oleh pasukan di perbatasan

Beliau berharap Garuda Indonesia akan menggunakan sisa waktu pada fase kepulangan haji, yaitu hingga akhir Juli, untuk meningkatkan kinerjanya dan memastikan tidak ada lagi keterlambatan atau keluhan dari jamaah.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR, Mohamad Hekal, mempertanyakan akar penyebab keterlambatan dalam beberapa penerbangan haji. Beliau menanyakan apakah keterlambatan disebabkan oleh masalah teknis pesawat, pengelolaan yang buruk oleh Garuda Indonesia, atau ketidaksempurnaan dari pihak otoritas Saudi.

Evaluasi menyeluruh terhadap faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan dalam penerbangan haji, seperti kondisi pesawat, manajemen operasional, dan koordinasi dengan bandara, perlu dilakukan untuk menentukan akar penyebabnya.

Di samping menyiapkan perencanaan yang optimal, solusi jangka panjang juga diperlukan untuk mengatasi masalah keterlambatan penerbangan, seperti pengadaan pesawat yang lebih memadai sehingga jamaah dapat menjalankan aktivitas ibadah mereka dengan lancar.

Penerjemah: Shofi Ayudiana, Raka Adji
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © ANTARA 2024