Mengelola Jejak Lingkungan Idul Fitri untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

Umat Muslim di seluruh Indonesia memiliki tradisi yang patut diacungi jempol—setelah melaksanakan salat Idul Fitri, mereka berkumpul dengan keluarga untuk berbagi makanan dalam suasana hangat dan penuh kegembiraan.

Tujuannya adalah untuk menjalin kembali hubungan dengan orang-orang terkasih, sambil merayakan kemenangan atas lapar, haus, dan hawa nafsu setelah sebulan berpuasa selama Ramadan.

Tradisi ini adalah alasan yang mendorong jutaan umat Muslim Indonesia untuk bergabung dalam arus mudik tahunan.

Namun, meskipun membawa umat Muslim lebih dekat dengan kerabat, hal ini juga menambah masalah limbah makanan di Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup memperkirakan bahwa perayaan Idul Fitri tahun ini bisa menghasilkan 73,24 juta kilogram limbah yang mengagumkan.

Angka ini berdasarkan proyeksi Kementerian Perhubungan tentang 146,8 juta orang yang ikut serta dalam arus mudik tahunan.

Trend ini terlihat di tempat istirahat di sepanjang jalan tol, terutama di Pulau Jawa. Ambil contoh di Kilometer 57 di Karawang, Jawa Barat.

Secara normal, hanya dua truk sampah yang datang setiap hari untuk menangani sampah di sini. Dengan mendekati Idul Fitri, namun, jumlah truk telah meningkat menjadi lima—bukti nyata dari lonjakan musiman sampah.

Yang membuat tren ini semakin mengkhawatirkan adalah kurangnya strategi pengelolaan limbah yang tepat di beberapa wilayah, termasuk yang dikenal sebagai titik panas bagi para pelancong Idul Fitri.

Kementerian Lingkungan Hidup baru-baru ini mengambil sikap yang lebih tegas terhadap praktik pembuangan terbuka, dengan memberikan sanksi administratif kepada 343 tempat pembuangan sampah yang bermasalah di seluruh negeri.

Beberapa di antaranya dikelola dengan buruk sehingga menghadapi penutupan.

Ade Palguna, deputi kementerian untuk pengelolaan limbah dan bahan berbahaya beracun, mengatakan bahwa limbah makanan merupakan jenis limbah terbesar yang dihasilkan di Indonesia, dan sebagian besar akhirnya berakhir di tempat pembuangan akhir.

MEMBACA  Penyelamat mencari puing-puing setelah lebih dari 300 orang tertimbun dalam tanah longsor di Papua Nugini | Berita Lingkungan

“Bisa dikatakan bahwa kita semua akan berurusan dengan masalah terkait limbah makanan untuk masa mendatang,” katanya.

Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa sebanyak 33,5 juta ton sampah dihasilkan di 309 kabupaten dan kota tahun lalu.

Limbah makanan menyumbang 39,37 persen dari total volume, membentuk bagian terbesar dari sampah.

Yang sangat mengkhawatirkan adalah apa yang terjadi pada limbah makanan di tempat pembuangan sampah. Ketika dicampur dengan sampah anorganik dan air hujan, ia menghasilkan air lindi beracun yang mengancam baik lingkungan maupun kesehatan masyarakat.

Bahkan lebih buruk, limbah makanan yang membusuk menghasilkan gas metana, mengekspos tempat pembuangan sampah pada risiko kebakaran. Kebakaran terjadi di 35 tempat pembuangan sampah karena alasan ini pada tahun 2023 saja.

Tidak mengherankan jika bahaya ini menjadi tanda peringatan bagi pemerintah dan masyarakat, mendorong mereka untuk menemukan cara untuk merayakan Idul Fitri tanpa menenggelamkan negara ini dalam sampah.

Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2025, yang secara khusus menangani pengelolaan limbah yang dihasilkan selama musim Idul Fitri tahun ini.

Surat edaran tersebut bukan sekadar selembar kertas, karena memberi peringatan kepada gubernur, walikota, dan kepala daerah: mereka perlu mengambil alih pengelolaan limbah di sepanjang rute mudik dan di titik-titik panas seperti pusat transportasi dan destinasi wisata.

Pemimpin daerah didorong untuk membimbing masyarakat, terutama mereka yang datang ke wilayah mereka, untuk berupaya untuk mengurangi produksi sampah.

Ini dapat dimulai dari praktik-praktik yang tampak sepele, seperti menggunakan peralatan makan yang dapat digunakan ulang dan mengonsumsi makanan dengan porsi yang wajar.

Pemerintah daerah juga telah didorong untuk membentuk tim khusus untuk menangani limbah yang dihasilkan selama liburan Idul Fitri dan mengelola penyelenggaraan salat Idul Fitri, bekerja sama dengan pengelola masjid.

MEMBACA  Haris Azhar and Fatia Acquitted in the Case of 'Lord Luhut', Prosecutor: We Declare a ReconsiderationHaris Azhar dan Fatia Dibebaskan dalam Kasus 'Lord Luhut', Jaksa: Kami Menyatakan Pertimbangan Ulang

Selain itu, kementerian mengharapkan umat Muslim untuk tidak membawa makanan atau minuman dan meninggalkan kebiasaan menggunakan koran sebagai alas shalat sementara ketika tidak ada ruang yang tersisa di masjid saat salat Idul Fitri.

Dietplastik Indonesia, sebuah LSM yang memperjuangkan pengurangan penggunaan plastik, telah menyarankan agar umat Muslim Indonesia mengurangi sampah Idul Fitri dengan membeli pakaian yang dapat digunakan secara serbaguna, bukan khusus untuk perayaan Idul Fitri.

Manajer komunikasi LSM tersebut, Adhitiyasanti Sofia, menjelaskan bahwa pendekatan ini dapat membantu mencegah lonjakan sampah pakaian.

Hal ini karena seluruh siklus hidup pakaian tersebut berkontribusi pada polusi lingkungan karena adanya mikroplastik, poliester, dan nilon di dalamnya, tambahnya.

Meskipun begitu, produsen, atau dunia bisnis secara umum, juga bertanggung jawab untuk mengelola dan mengurangi sampah.

Misalnya, perusahaan dapat mengumpulkan kemasan produk untuk didaur ulang atau bahkan memasang dispenser air minum di tempat-tempat di mana orang dapat mengisi botol yang dapat digunakan ulang.

Inisiatif-inisiatif seperti itu dapat membantu pemerintah Indonesia mencapai targetnya untuk mengelola 100 persen sampah pada tahun 2029, seperti yang diuraikan dalam Rencana Pembangunan Nasional Menengah 2025–2029.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menekankan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, tanggung jawab pengelolaan sampah dibagi antara pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, dan pelaku bisnis.

Upaya untuk menangani sampah tidak boleh mengabaikan pentingnya sumber sampah, seperti rumah tangga. Pemilahan sampah yang baik di tingkat ini dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang berakhir di tempat pembuangan sampah.

Berkaitan dengan sektor swasta, Nurofiq mengatakan bahwa sangat penting bagi operator hotel dan kompleks perumahan, misalnya, untuk tidak mengabaikan sampah yang mereka hasilkan.

MEMBACA  Pedro Acosta dan Kepemimpinan Pole Misterius

Ia juga menyatakan dukungannya untuk skema tanggung jawab produsen yang diperpanjang, di mana para pelaku industri menjadi pusat perhatian dalam membeli kertas karton dan sampah plastik untuk didaur ulang.

Menteri menekankan bahwa sampah adalah beban, bukan berkah, karena daftar panjang masalah yang dapat ditimbulkannya.

Ia menambahkan bahwa penanganan sampah memerlukan anggaran, dan tanpa pengelolaan yang tepat, dapat merusak lingkungan.

Upaya untuk mencapai impian Indonesia dengan pengelolaan sampah yang tepat pada dasarnya perlu dimulai dari tingkat individu.

Warga Muslim, khususnya, dapat memberikan kontribusi dengan memperhatikan sampah yang mereka hasilkan sebelum, selama, dan setelah perayaan Idul Fitri.

Mereka seharusnya melihat Idul Fitri bukan hanya sebagai pembaharuan spiritual setelah sebulan melakukan perbuatan baik, tetapi juga sebagai kesempatan untuk mulai memberikan kontribusi yang lebih besar pada perjalanan Indonesia menuju pengelolaan sampah yang lebih baik.

Penerjemah: Prisca T, Tegar Nurfitra
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2025