Jakarta (ANTARA) – Seperti virus, perjudian online telah menyebar luas di masyarakat Indonesia dan menginfeksi semua aspek kehidupan.
Selain memicu kekhawatiran moral, perjudian online menimbulkan ancaman nyata terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.
Hal ini karena secara psikologis, praktik tersebut menciptakan kecanduan yang semakin sulit untuk dilepaskan.
Jadi, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, bahwa perjudian online telah menjadi bencana sosial bukanlah sebuah berlebihan, retorika, atau hiperbola. Sebaliknya, itu adalah cerminan dari realitas saat ini.
Indonesia memerlukan tindakan segera dan terkoordinasi untuk mengatasi masalah perjudian online sebelum dampaknya menjadi lebih luas dan merusak fondasi ekonomi dan sosial bangsa.
Data intelijen yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Budi Gunawan, menunjukkan bahwa setidaknya 8,8 juta orang Indonesia terlibat dalam perjudian online pada tahun 2024—dengan 80 persen atau mayoritas terdiri dari kelas ekonomi menengah ke bawah dan pemuda.
Omset perjudian online tidak sembarangan. Omsetnya mencapai Rp327 triliun pada tahun 2023, mengungkap dimensi baru dari masalah yang lebih besar, yaitu bagaimana perjudian online dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi suatu negara.
Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hanya dalam satu kuartal pertama tahun 2024, transaksi terkait perjudian online mencapai Rp100 triliun.
Ironisnya, angka tersebut tidak memberikan kontribusi positif pada ekonomi. Sebaliknya, dana yang seharusnya digunakan untuk konsumsi atau investasi produktif mengalir ke luar negeri melalui perusahaan kerangka.
Fenomena seperti itu membuat likuiditas domestik melemah dengan sangat mudah, mengurangi daya beli masyarakat, dan berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Berbicara kepada media, ekonom David Sumual menjelaskan bahwa konsumsi rumah tangga, yang merupakan tulang punggung ekonomi dan menyumbang 54,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), juga terancam oleh praktik perjudian online.
Orang yang kecanduan judi cenderung mengalokasikan dana mereka untuk kegiatan ini, sehingga mengurangi pengeluaran pada sektor produktif.
Ketika daya beli menurun, pertumbuhan ekonomi melambat. Dampak lainnya adalah peningkatan risiko utang rumah tangga akibat kerugian judi, yang dapat memicu utang macet di sektor perbankan.
Dan dampak ekonomi negatif dari perjudian online tampaknya tidak berhenti di situ: Omset besar uang dalam aktivitas ilegal tersebut memperkuat ekonomi bawah tanah, yang benar-benar di luar kendali pemerintah.
Tidak ada pajak yang diterima, tidak ada pengawasan aliran dana, dan tidak ada kontribusi pada sektor formal. Praktik tersebut juga meningkatkan risiko pencucian uang dan pendanaan kegiatan kriminal lainnya.
PPATK mencatat bahwa ribuan rekening bank yang diduga terlibat dalam transaksi perjudian online telah diblokir. Namun, celah-celah hukum dan teknologi yang terus berkembang membuat upaya untuk memberantas aktivitas tersebut seperti mengejar bayangan.
Kecanduan judi
Sisi sosial perjudian online juga tidak bisa diabaikan. Kecanduan judi merusak produktivitas tenaga kerja, mengurangi kinerja, dan memicu konflik keluarga.
Bahkan, kejahatan seperti penipuan dan pencurian sering terjadi karena individu terjebak dalam utang judi.
Dengan kata lain, perjudian online menciptakan siklus yang tidak hanya merusak individu tetapi juga masyarakat secara lebih luas.
Pemerintah telah melakukan upaya untuk mengatasi masalah ini, termasuk dengan memblokir situs perjudian dan menangkap pelakunya.
Namun, pertumbuhan eksponensial omset dan jumlah pemain menunjukkan bahwa upaya tersebut masih perlu dioptimalkan.
Hal ini karena perjudian online beroperasi dengan memanfaatkan kesenjangan teknologi dan regulasi. Situs-situs baru terus bermunculan, dan aplikasi seluler membuat akses semakin mudah.
Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih komprehensif untuk mengatasi masalah ini.
Langkah penting adalah edukasi publik. Kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya perjudian online perlu ditingkatkan, terutama di kalangan generasi muda yang merupakan target utama bisnis ini.
Selain itu, regulasi yang lebih ketat terhadap layanan keuangan dan teknologi harus diterapkan untuk mencegah aliran dana ilegal. Kerjasama internasional juga sangat penting, mengingat bahwa sebagian besar platform perjudian online beroperasi lintas negara.
Pada akhirnya, perjudian online tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam stabilitas ekonomi dan sosial bangsa.
Fenomena ini mencerminkan bahwa ada pekerjaan rumah sistemik yang besar yang perlu dilakukan untuk mengelola dampak teknologi pada masyarakat.
Karena, jika tidak segera ditangani melalui langkah-langkah yang tegas dan terkoordinasi, perjudian online dapat merusak fondasi ekonomi dan menciptakan masalah sosial yang jauh lebih besar di masa depan.
Fenomena ini bukan hanya sekedar tren, tetapi bom waktu bagi masyarakat.
Selain itu, perjudian online beroperasi di bawah radar regulasi pemerintah, memperkuat ekonomi bawah tanah yang tidak tercatat dan tidak dikenai pajak.
Hal ini mengurangi transparansi dan akuntabilitas dalam ekonomi, menciptakan risiko terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Sejumlah analisis ekonomi telah memperingatkan dan menekankan bahwa peredaran uang dalam perjudian online tidak menyentuh sektor riil, dan justru menciptakan gelembung ekonomi yang berbahaya.
Jadi, di masa depan, bangsa ini akan memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk edukasi publik, penegakan hukum yang lebih ketat, dan kerjasama internasional, untuk menangani aliran dana lintas batas. Hal ini untuk memastikan bahwa perjudian online benar-benar dihapus tepat waktu.
Berita terkait: Menteri meminta prioritaskan tiga program digital
Berita terkait: Meta, TikTok, X diminta untuk bergabung dalam perang Indonesia melawan perjudian online
Berita terkait: Pemerintah memperluas penyelidikan perjudian online untuk melihat akses VPN, non-VPN
Translator: Hanni Sofia, Yashinta Difa
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2024