Jakarta (ANTARA) – Bayangkan sebuah negara yang mengubah gunung berapi dari sumber bencana menjadi sumber energi, menyediakan tenaga bersih dan terbarukan yang menjadi tulang punggung masa depan berkelanjutan Indonesia.
Indonesia, yang memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia, sedang memulai perjalanan ambisius untuk memanfaatkan potensi alam ini guna menciptakan energi hijau dan berkelanjutan.
Uap, yang dulu dianggap sebagai ancaman, kini telah menjadi angin segar bagi sektor energi Indonesia. Dari lereng Gunung Salak di Jawa Barat hingga Kabupaten Solok Selatan di Sumatra Barat, energi panas bumi sedang diubah menjadi listrik.
Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi Indonesia mencapai 23.742 megawatt (MW).
Per September 2025, kapasitas terpasang negara ini diperkirakan mencapai 2.744 MW, menjadikan Indonesia produsen listrik panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, yang memiliki 3.937 MW.
Potensi panas bumi Indonesia tersebar di 362 lokasi dari barat hingga timur kepulauan.
Berdasarkan angka-angka ini, pemerintah berencana memposisikan Indonesia sebagai pemimpin global di bidang energi terbarukan, dengan menargetkan porsi energi hijau sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional pada tahun 2025 dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Direktur Pengelolaan Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, menyatakan bahwa potensi panas bumi Indonesia sangat besar dan tersebar luas, serta menekankan komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa setiap proyek memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dan juga pelanggan PLN di seluruh Indonesia.
Percepatan
Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan tahun 2025 sebagai tahun percepatan untuk pengembangan panas bumi Indonesia.
Lima proyek besar Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sedang dikembangkan secara bersamaan, dengan total tambahan kapasitas 260 megawatt (MW), investasi bernilai miliaran dolar AS, dan ditargetkan beroperasi dalam lima tahun ke depan.
Proyek-proyek ini berlokasi di beberapa daerah vulkanik, termasuk:
- PLTP Patuha Unit 2 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dengan kapasitas 55 MW, investasi US$211 juta, dan target operasi Juni 2027.
- PLTP Salak Unit 7 di Jawa Barat, dengan kapasitas 40 MW dan investasi US$153 juta, dijadwalkan mulai beroperasi pada Desember 2026.
- PLTP Wayang Windu Unit 3 di Kabupaten Bandung, dengan kapasitas 30 MW dan investasi US$120 juta, juga diperkirakan mulai beroperasi pada Desember 2026.
- PLTP Muaralaboh Unit 2 di Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat, dengan kapasitas 80 MW dan investasi US$417 juta, ditargetkan mulai beroperasi pada April 2027.
- PLTP Ulubelu Gunung Tiga di Kabupaten Tanggamus, Lampung, dengan kapasitas 55 MW dan investasi US$36 juta, dijadwalkan mulai beroperasi pada Desember 2029.
Semua proyek ini merupakan bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, yang bertujuan untuk mencapai kapasitas panas bumi nasional sebesar 5,2 gigawatt (GW).
Inisiatif ini mewakili lebih dari sekadar upaya teknikal – ini mencerminkan komitmen bangsa menuju masa depan yang berkelanjutan.
Pada saat yang sama, memajukan energi terbarukan tidak hanya membutuhkan infrastruktur fisik tetapi juga reformasi regulasi yang signifikan untuk memastikan implementasi yang lebih cepat dan efektif.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah telah menyederhanakan beberapa proses birokrasi yang sebelumnya menghambat investasi panas bumi.
Melalui platform digital Genesis, yang diluncurkan pada tahun 2024, proses lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) kini dilakukan secara daring, transparan, dan efisien.
Regulasi yang kompleks telah disederhanakan untuk mencegah investor menghadapi kendala terkait perizinan seiring negara ini bergerak menuju masa depan energi bersih.
Pemerintah juga telah menyiapkan 62 WKP baru, 12 area penugasan survei pendahuluan, dan 16 izin panas bumi aktif, 14 di antaranya telah diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara.
Di luar regulasi, pemerintah juga memperkuat infrastruktur energi.
Di bawah RUPTL 2025–2034, pemerintah berencana membangun 48.000 kilometer jalur transmisi listrik untuk menghubungkan sumber-sumber energi terbarukan ke jaringan listrik nasional.
Inisiatif ini bertujuan untuk menghubungkan daerah penghasil energi dengan pusat konsumsi sekaligus memperluas akses listrik ke daerah terpencil yang sebelumnya mengandalkan generator berbahan bakar minyak.
Ramah Lingkungan
Kelebihan energi panas bumi tidak hanya terletak pada sumber dayanya yang melimpah, tetapi juga pada manfaatnya bagi lingkungan.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), emisi karbon dari pembangkit listrik panas bumi hanya 75 gram karbon dioksida (CO₂) per kilowatt-jam (kWh), jauh di bawah 995 g/kWh dari pembangkit listrik tenaga batu bara atau 772 g/kWh dari minyak bakar.
Ini berarti setiap kilowatt listrik yang dihasilkan dari Bumi menghasilkan gas rumah kaca yang jauh lebih sedikit di atmosfer.
Selanjutnya, pengembangan pembangkit listrik panas bumi dilakukan dengan pertimbangan kuat untuk konservasi hutan dan kualitas air tanah. Tidak seperti pembangkit listrik bahan bakar fosil, proyek panas bumi cenderung tidak mengubah lanskap secara drastis.
Energi panas bumi juga memberikan manfaat nyata di luar statistik. Di Kabupaten Solok Selatan, proyek PLTP Muaralaboh Unit 2 diperkirakan akan mempekerjakan sekitar 1.500 pekerja, melibatkan usaha lokal, dan memasok listrik untuk kira-kira 435.000 rumah tangga.
Presiden Prabowo, saat meresmikan pengoperasian dan pengembangan proyek energi terbarukan pada Juni 2025, menekankan bahwa hal ini menunjukkan kemampuan bangsa untuk mencapai swasembada energi sambil bergerak menuju nol emisi karbon.
Masyarakat di sekitar area proyek juga mendapatkan manfaat dari infrastruktur baru, seperti jalan yang meningkatkan akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan pasar.
Bagi warga – seperti petani yang tinggal di dekat pegunungan – energi hijau bukanlah konsep yang abstrak. Itu berarti memiliki penerangan di malam hari dan udara yang lebih bersih untuk dihirup.
Sebagai negara yang terletak di sepanjang "Cincin Api" Pasifik, Indonesia sedang membangun masa depan berkelanjutan di mana energi tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil, tetapi memanfaatkan kekuatan alam di bawah tanahnya.
Energi dari inti Bumi tidak hanya menerangi rumah tetapi juga menyalakan harapan – bahwa di bawah gunung berapi yang pernah ditakuti, terbentang masa depan yang hijau, mandiri, dan berkelanjutan bagi Indonesia.
Berita terkait: Geoscience is key to safer geothermal exploration, expert says
Berita terkait: Regulatory reform ensures certainty for geothermal firms: Minister
Editor: Primayanti
Hak Cipta © ANTARA 2025