Jakarta (ANTARA) – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyatakan dukungannya untuk hilirisasi nikel guna mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) dan menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi.
“Transportasi masa depan harus didukung oleh industri berkelanjutan. Nikel kita harus jadi tulang punggung transisi energi hijau, bukan cuma komoditas ekspor jangka pendek,” kata Wakil Ketua Komite Hilirisasi Mineral dan Batubara Kadin, Djoko Widayatno, pada Sabtu.
Saat ini, Indonesia mulai membangun ekosistem industri baterai EV yang terintegrasi, dari produksi prekursor hingga perakitan sel baterai dan kendaraan listrik.
Proyek besar seperti pembangunan pabrik baterai di Karawang dan Morowali diyakini sebagai bukti komitmen pemerintah menciptakan rantai pasok kompetitif untuk pasar global.
Jika berhasil dipercepat, pengembangan ekosistem ini diproyeksikan menghasilkan nilai tambah jauh lebih besar.
Di Tiongkok, yang telah mengembangkan rantai pasok EV selama satu dekade terakhir, kontribusi industri EV dan baterai melebihi US$150 miliar pada 2023. Industri ini membantu negara itu jadi eksportir utama kendaraan listrik global.
Menurut Widayatno, Indonesia harus belajar dari kesuksesan Tiongkok dalam mengembangkan industri baterai EV sebagai bukti potensi ekonomi besar dari hilirisasi lebih lanjut.
Saat ini, Tiongkok menguasai sekitar 60% produksi EV global dan 80% pasar baterai dunia. Negara itu juga jadi pusat teknologi dan rantai pasok kendaraan listrik terbesar di dunia.
“Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah untuk memperkuat tata kelola lingkungan, memperluas pelatihan SDM lokal, dan mendorong transfer teknologi agar hilirisasi nikel memberi manfaat maksimal bagi Indonesia,” ujar Widayatno.
Ia juga menyerukan penggunaan teknologi bersih seperti High-Pressure Acid Leach (HPAL), serta penerapan standar Environment, Social, and Governance (ESG) di seluruh rantai pasok.
Dia menekankan pentingnya mengarahkan nikel berkadar tinggi untuk produk baterai EV, bukan hanya baja tahan karat, agar potensi nikel dalam transisi energi maksimal dan mendukung target Net Zero Emissions (NZE) 2060.
“Indonesia telah mencapai capaian strategis dalam hilirisasi nikel. Namun, agar proses ini benar-benar berkelanjutan dan inklusif, perlu diperkuat dengan tata kelola baik dan pengembangan ekosistem industri yang komprehensif,” tambahnya.
Berita terkait: Indonesia mulai proyek baterai EV senilai $6 miliar didukung CATL
Berita terkait: Danantara masuk untuk stabilkan proyek baterai EV $9,8 miliar Indonesia
Berita terkait: Presiden setujui Huayou sebagai penerus proyek EV LG
Penerjemah: Putu Indah Savitri, Yashinta Difa
Editor: Azis Kurmala
Hak Cipta © ANTARA 2025