Jakarta (ANTARA) – Di antara barisan gedung pencakar langit, tawa anak-anak yang berlarian di bawah pohon rindang sudah jarang terlihat di Jakarta.
Di metropolis yang sibuk ini, pepohonan bukan lagi tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak, melainkan hanya hiasan di pinggir jalan.
Namun alam bukan cuma tempat untuk bermain. Ia adalah ruang di mana rasa ingin tahu, empati, dan kebahagiaan tumbuh pada anak-anak kota.
Dari tanah dan udara segar, imajinasi berkembang dan semangat hidup berdampingan dengan alam berakar. Tapi semangat ini sepertinya memudar seiring Jakarta mengejar citra sebagai kota global.
Pentingnya Stimulasi
Kesibukan keluarga urban dan makin maraknya penggunaan gawai membuat banyak anak yang lahir di kota mengalami stimulasi yang terbatas.
Banyak orangtua menyerahkan gawai pada anak mereka untuk mengatur pengasuhan sambil mengerjakan tanggung jawab lain.
Tapi, sentuhan, percakapan, dan eksplorasi alam adalah kebutuhan dasar yang tak bisa digantikan teknologi.
Dokter spesialis anak Rini Sekartini mengatakan stimulasi adalah kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi orang tua, salah satunya bisa dicapai melalui bermain.
"Bermain juga merupakan kebutuhan dasar anak. Selain berguna untuk bersosialisasi, bermain meningkatkan perkembangan dalam keterampilan motorik, bahasa, kemandirian, dan kecerdasan," ujarnya.
Bermain di alam memungkinkan anak-anak mendengar suara hewan, angin, tawa, dan teriakan di antara teman — semua itu menstimulasi pertumbuhan bicara dan sensorik.
Kemampuan sensorik anak, terutama peraba, terasah ketika mereka bermain tanpa alas kaki dan bebas menjelajahi sekitarnya.
Upaya Pemerintah
Meski Jakarta dipenuhi gedung, Gubernur Pramono Anung bertekad menyediakan lebih banyak ruang terbuka hijau bagi warga, khususnya anak-anak.
Salah satu upayanya adalah pengembangan Taman Bendera Pusaka, yang mengintegrasikan tiga taman: Taman Ayodya, Taman Leuser, dan Taman Langsat.
Untuk memperluas akses, pemerintah provinsi memutuskan untuk membuka beberapa taman selama 24 jam. Beberapa, seperti Tebet Eco Park, buka hingga pukul 22.00 waktu setempat.
Anung mengatakan kebijakan taman 24 jam itu terinspirasi dari London, di mana taman umum buka kapan saja. Ia berharap ini memungkinkan warga berolahraga atau bermain kapan pun mereka mau.
Kota ini juga berencana mengoptimalkan ruang hijau skala kecil di kawasan permukiman.
Saat ini, jumlah ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) masih belum memadai karena keterbatasan lahan. Alhasil, kota akan fokus mengembangkan taman lingkungan berukuran sedang hingga kecil.
Bahkan taman kecil berukuran 3.000–5.000 meter persegi dapat berfungsi sebagai ruang untuk bermain, interaksi sosial, dan pertemuan warga.
Untuk memenuhi kebutuhan yang terus bertambah, kota juga mengubah kawasan bawah jalan layang menjadi ruang hijau. Sejauh ini, sekitar 300 lokasi semacam itu telah diidentifikasi.
Salah satunya adalah Taman Si Pitung di Kecamatan Koja — taman di bawah jalan tol kedua Jakarta setelah yang ada di Slipi, Jakarta Barat.
Kota yang Bahagia dan Ramah Anak
Meski punya keterbatasan, Jakarta menunjukkan kemajuan signifikan dengan menduduki peringkat ke-18 kota terbahagia di dunia, menurut survei Time Out 2025.
20 besar kota dalam survei itu antara lain Abu Dhabi, Medellín, Cape Town, Mexico City, Mumbai, Beijing, Shanghai, Chicago, Seville, Melbourne, Brighton, Porto, Sydney, Chiang Mai, Marrakech, Dubai, Hanoi, Jakarta, Valencia, dan Glasgow.
Jakarta juga menerima penghargaan Provinsi Layak Anak (Provila) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2022, 2023, dan 2024.
Penghargaan ini diberikan kepada provinsi yang berkomitmen penuh mendukung tumbuh kembang anak, melindungi hak-hak mereka, dan membangun lingkungan ramah anak di seluruh kota dan kabupaten.
Dengan capaian-capaian ini, pemerintah provinsi DKI Jakarta bertekad terus meningkatkan daya huni dan inklusivitas, menjadikan Jakarta sebagai kota global yang bahagia dan ramah anak.
Bagaimanapun, apa yang lebih membahagiakan daripada melihat anak-anak bermain di taman yang dipenuhi pohon rindang dan rumput hijau — belajar, bersosialisasi, dan tumbuh bersama?
Berita terkait: Jakarta expands green open spaces with ecological, social functions
Berita terkait: Four facilities constructed at Tebet Eco Park to improve comfort
Penerjemah: Lifia, Kenzu
Editor: Anton Santoso
Hak Cipta © ANTARA 2025