Senin, 23 Desember 2024 – 08:51 WIB
Ilustrasi kenaikan PPN 12 persen. Foto: dok.JPNN.com
jpnn.com, JAKARTA – Dewan Pimpimpinan Pusat Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) menolak pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi sebesar 12 persen.
Menurut JAMAN, jika alasannya pemberlakuan PPN 12 persen karena menaati Undang-Undang No. 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), masih ada celah untuk tidak memberlakukan PPN setinggi itu.
Ketua DPP JAMAN Ricky Panjaitan menjelaskan, memang Pasal 7 UU HPP menjelaskan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai ditetapkan sebesar 11% mulai berlaku pada 1 April 2022 dan sebesar 12% mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
“Meski kenaikan PPN menjadi 12% pada Januari 2025 telah menjadi amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Prabowo memiliki wewenang untuk menunda kenaikan tarif di tengah lesunya aktivitas ekonomi masyarakat, bahkan bisa sampai menurunkan tarifnya,” kata Ricky.
Ketentuan yang tertera dalam Ayat (3) Pasal 7 itu dapat mengubah tarif PPN aling rendah 5% dan paling tinggi 15%. Perubahan untuk menunda atau menurunkan tarif ini dapat dilakukan hanya dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) dan membutuhkan persetujuan DPR, tanpa harus menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perpu.
“Jadi, terkait pembatalan kenaikan tarif PPN bisa menggunakan Pasal 7 ayat 3 dan ayat 4 di UU HPP, tidak perlu menerbitkan Perpu,” urainya.
JAMAN menilai kenaikan pajak ini membuat masyarakat semakin kesulitan karena harga akan naik. Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat.
“Harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” tambah Ricky.
Dewan Pimpimpinan Pusat Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) menolak pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi sebesar 12 persen.
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News