Mantan Ketua PN Jaksel Terdakwa Suap Rp 15,7 Miliar untuk Pembebasan Kasus CPO

Rabu, 20 Agustus 2025 – 16:42 WIB

Jakarta, VIVA – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk periode 2024-2025, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa karena menerima suap senilai Rp15,7 miliar. Kasus ini terkait dengan putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada tahun 2023-2025.

Baca Juga:


Jaksa Ungkap Total Suap Putusan Lepas Kasus CPO Capai Rp 40 Miliar

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Syamsul Bahri Siregar, menduga suap tersebut diterima oleh Arif—yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat—dari sejumlah pihak seperti Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei. Mereka adalah pengacara yang mewakili terdakwa korporasi dalam kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

“Padahal diketahui atau sepatutnya diduga bahwa pemberian hadiah atau janji tersebut dimaksudkan untuk memengaruhi putusan perkara yang sedang ditanganinya,” ujar JPU dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari Rabu.

Baca Juga:


Eks Ketua PN Jaksel Jalani Sidang Perdana Kasus Suap Putusan Lepas CPO

Sidang pembacaan surat dakwaan kasus dugaan suap terhadap putusan lepas

Photo: ANTARA/Agatha Olivia Victoria

JPU juga menjelaskan bahwa suap diduga diterima secara bersama oleh Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, serta tiga orang hakim yang menangani perkara tersebut, yaitu Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin. Total suap yang diterima mencapai 2,5 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp40 miliar.

Baca Juga:


Sertifikat Halal untuk Warteg hingga Warung Padang Gratis

Secara rinci, uang suap tersebut diterima dalam dua tahap. Penerimaan pertama berupa tunai senilai 500 ribu dolar AS atau sekitar Rp8 miliar, dengan rincian: Arif menerima Rp3,3 miliar, Wahyu Rp800 juta, Djuyamto Rp1,7 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.

MEMBACA  Sebuah Start-Up Australia Berharap untuk Melambatkan Perubahan Iklim Dengan Pendekatan yang Tidak Biasa

Penerimaan kedua berupa uang tunai sebesar 2 juta dolar AS atau sekitar Rp32 miliar, yang dibagi menjadi: Arif Rp12,4 miliar, Wahyu Rp1,6 miliar, Djuyamto Rp7,8 miliar, sementara Agam dan Ali masing-masing menerima Rp5,1 miliar.

Atas perbuatannya, Arif didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Wahyu juga mendengarkan pembacaan dakwaan dalam sidang yang sama dengan Arif. Sementara itu, ketiga hakim yang memutus perkara CPO akan menjalani sidang perdananya pada Kamis, 21 Agustus 2025.

Dalam kasus ini, Wahyu didakwa menerima suap total senilai Rp2,4 miliar, sehingga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant)

Halaman Selanjutnya

Atas perbuatannya, Arif didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.