loading…
Dalam Islam, loyalitas merupakan landasan penting dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Intinya, kita wajib taat kepada ulil amri selama mereka memerintahkan ketaatan kepada Allah atau melarang dari bermaksiat kepada-Nya. Foto ilustrasi/ist.
Loyalitas atau kepatuhan kepada pemimpin adalah bagian dari keberagamaan seseorang. Dalam Islam, loyalitas ini adalah landasan penting dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah, yaitu wajib taat kepada ulil amri jika mereka memerintahkan untuk taat kepada Allah atau mereka melarang dari bermaksiat kepada Allah.
Hujjatul Islam, Al Imam Muhammad bin Muhammad Al Ghazali dalam mahakaryanya *Ihya’ Ulumuddin* menyatakan:
المُلْكُ وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
“Kekuasaan dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama sebagai landasan dan kekuasaan sebagai pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki landasan pasti akan tumbang. Sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan.” (Abu Hamid al-Ghazali, *Ihyâ Ulumiddin*, tt, Beirut: Darul Ma’rifah, Juz 1, h. 17).
Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu menyatakan:
لا دين إلا بجماعة ولا جماعة إلا بإمامة ولا إمامة إلا بسمع وطاعة
“Tidak ada agama tanpa jamaah (organisasi), tidak ada jamaah tanpa kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan.”
Dua dalil ini menjelaskan tentang pentingnya loyalitas pada pemimpin dalam sebuah organisasi atau institusi pemerintahan.
Suatu hari, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang seorang pemimpin yang selalu menuntut haknya pada stafnya, selalu ingin didengar dan ditaati, tetapi dia tidak mau memberikan hak para staf dan orang lain. Nabi menunjukkan raut wajah yang tidak suka, tetapi orang yang bertanya itu mengulang-ulang pertanyaannya. Akhirnya, Nabi menjawab:
اسمعوا لقولِهم، وأطيعوا أمرَهم؛ فإنما عليهم ما حُمِّلوا وما كُلِّفوا مِن العدل وإعطاء حق الرعية، وعليكم ما حُمِّلْتُم من الطاعة وأداء الحقوق والصبر على البلية
“Dengarkan apa yang mereka katakan, dan patuhi perintah mereka. Mereka hanya bertanggung jawab atas apa yang dibebankan kepada mereka, yaitu tentang keadilan dan memberi hak-hak rakyat. Sedangkan kalian bertanggung jawab atas apa yang dibebankan kepada kalian, yaitu ketaatan, menunaikan hak, dan bersabar atas ujian.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengisyaratkan bahwa pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia lakukan terhadap staf dan rakyatnya. Pemimpin menanggung beban kepemimpinannya di hadapan Allah, sementara anak buah, staf, dan rakyat akan menanggung beban pertanggungjawaban atas kewajiban loyal kepada pemimpin. Artinya, sebencinya apapun kita kepada pemimpin, sedzalim apapun pemimpin kita selama tidak memerintahkan maksiat, kita wajib loyal karena loyalitas itulah yang akan kita pertanggungjawabkan sebagai anak buah.
Baca juga: Hadis Arbain: Mendengar dan Taat Kepada Penguasa
Ketaatan kepada Penguasa dan Dalil-dalilnya
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata:
وَالطَّاعَةُ لِأُوْلِي الأَمْرِ فِيْمَا كَانَ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مَرْضِيًّا وَاجْتِنَابِ مَا كَانَ عِنْدَ اللهِ مُسْخِطًا
وَتَرْكُ الخُرُوْجِ عِنْدَ تَعَدِّيْهِمْ وَجَوْرِهِمْ وَالتَّوْبَةُ عِنْدَ اللهِ كَيْمَا يَعْطِفُ بِهِمْ عَلَى رَعِيَّتِهِمْ
“Taat kepada Ulil Amri (pemerintah) dalam hal-hal yang diridai Allah ‘azza wa jalla dan meninggalkan (ketaatan) pada hal-hal yang dimurkai Allah.
Meninggalkan sikap khuruj (memberontak) ketika pemerintah bersikap sewenang-wenang dan dzalim. Bertaubat kepada Allah agar pemerintah bersikap kasih sayang terhadap rakyatnya.”
Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc dalam tausiyahnya yang dilansir Rumahsyo, menjelaskan, dalil yang dimaksud Imam Al-Muzani di atas adalah kita menaati penguasa dalam perkara makruf, dan tidak boleh menaati mereka dalam perbuatan maksiat.