Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia memperluas lingkup kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari upaya memenuhi persyaratan untuk bergabung dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Salah satu syarat utama adalah bergabung dengan Konvensi Anti-Suap OECD, yang menjadi instrumen hukum utama untuk mendorong tata kelola bersih dan adil dalam perdagangan global, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Indonesia telah mengirimkan surat (komitmen) dari ketua KPK yang menyatakan niat untuk bergabung dengan Konvensi Anti-Suap OECD,” kata Hartarto dalam konferensi pers daring pada Rabu (4 Juni).
Surat itu diserahkan kepada Sekjen OECD Mathias Cormann dalam pertemuan Dewan Menteri OECD di Paris, Prancis.
Konvensi Anti-Suap OECD, secara resmi disebut Konvensi tentang Pemberantasan Suap kepada Pejabat Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional, juga merupakan satu-satunya perjanjian internasional yang khusus menangani suap lintas negara dalam bisnis.
Konvensi ini memuat 17 pasal yang mencakup berbagai aspek pemberantasan suap, mulai dari kriminalisasi suap, pertanggungjawaban korporasi, kerjasama internasional, hingga sanksi tegas.
Hartarto menjelaskan bahwa konvensi ini akan memberikan dasar hukum bagi perluasan wewenang KPK untuk menangani kasus suap lintas batas, terutama yang melibatkan korporasi.
“Ini akan mengatur korupsi yang dilakukan korporasi tapi lintas negara. Ini salah satu pilar kesepakatan dengan OECD,” ujarnya.
Berita terkait: Indonesia finalizes initial memorandum for OECD accession
Menurut peraturan saat ini, KPK belum memiliki wewenang untuk menyelidiki kasus korupsi lintas batas.
Karena itu, pemerintah mendorong ratifikasi konvensi ini agar KPK memiliki dasar hukum kuat untuk menangani kasus lintas negara.
“Kami juga bertujuan memperluas ruang lingkup kerja KPK, terutama untuk mengungkap dan menangani kasus suap asing yang berdasarkan peraturan saat ini belum bisa ditangani Indonesia karena kurangnya regulasi,” jelas Hartarto.
“Kami berharap segera bergabung dengan Konvensi Anti-Suap OECD. Setelah diratifikasi, kami akan memiliki alat untuk melakukannya,” tambahnya.
Selain memberantas korupsi, ada beberapa standar lain yang diperlukan untuk keanggotaan OECD.
Di sektor UMKM, OECD mendorong transisi bisnis dari sektor informal ke formal.
Di bidang pendidikan, OECD menetapkan tolok ukur kualitas melalui tes Programme for International Student Assessment (PISA), yang mengukur kemampuan matematika dan sains siswa SMA sebagai referensi global.
Di sektor kesehatan, standar OECD menekankan sistem yang kompeten dan berpusat pada masyarakat serta menjamin layanan kesehatan universal bagi seluruh warga negara anggotanya.
Sementara di sektor ekonomi digital, OECD mendorong penyusunan kebijakan dan praktik terbaik untuk transformasi digital, termasuk ekonomi digital, kecerdasan buatan, dan pemerintahan digital.
Berita terkait: Joining OECD to upgrade status to developed: minister
Penerjemah: Bayu Saputra, Yashinta Difa
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Hak Cipta © ANTARA 2025