Korban Pelecehan Seksual di UP Menolak Permintaan Pembatalan Laporan, Kuasa Hukum: Proses Tetap Berlanjut

Korban Pelecehan Seksual di UP Menolak Permintaan Pembatalan Laporan, Kuasa Hukum: Proses Tetap Berlanjut

Minggu, 10 Maret 2024 – 23:00 WIB

VIVA – Proses hukum terkait laporan dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Rektor non-aktif Universitas Pancasila (UP), Prof. Edie Toet Hendratno (ETH), masih terus berlanjut. RZ dan DF masih dalam proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian. Namun, dalam perjalanan tersebut, salah satu korban dilaporkan mengalami intimidasi.

RZ, yang merupakan karyawan UP, didatangi oleh pihak kampus dan diminta untuk mencabut laporan yang telah diajukan ke polisi. Intimidasi tersebut terjadi sekitar bulan Februari 2024 ketika kasus ini mulai mendapat perhatian luas dari media massa. “Ada intimidasi untuk mencabut laporan. Setelah kasus ini menjadi sorotan media, korban dipanggil,” ujar kuasa hukum RZ, Amanda Manthovani, pada hari Minggu, 10 Maret 2024.

RZ telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada bulan Januari 2024 setelah sebelumnya tidak mendapatkan tanggapan dari yayasan terkait permintaan pertanggungjawaban atas kasus yang dialaminya. “Permintaan untuk mencabut laporan ini muncul ketika kasus sudah ramai diberitakan di media,” ungkapnya.

Amanda menyatakan bahwa kliennya telah mengikuti prosedur internal yang ada namun tidak mendapat respons positif dari pihak kampus atau yayasan. Sebaliknya, RZ justru mengalami intimidasi di lingkungan kerjanya. Hingga saat ini, korban tidak melihat adanya kesempatan untuk berdamai dengan terlapor. “Hingga saat ini, belum ada pembicaraan mengenai penyelesaian kasus ini. Kami berharap proses hukum dapat tetap berjalan,” tegasnya.

Amanda juga menerima pesan dari kedua korban agar terus memperjuangkan kasus ini. Kedua kliennya berharap agar kebenaran dapat terungkap dan tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi di lingkungan kampus UP. “Kami meminta bantuan masyarakat untuk mendukung kami dalam menegakkan keadilan. Jangan biarkan pelecehan dilakukan dengan mudah oleh pihak yang seharusnya menjaga keamanan lingkungan kampus,” katanya.

MEMBACA  Sharp Akan Berpartisipasi dalam CES 2024, Acara Teknologi Utama di Amerika Serikat

Selain itu, Amanda juga menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki komunikasi dengan pihak kampus. Sikap yang ditunjukkan kampus dinilai abai terhadap korban. “Bagaimana cara mereka berkomunikasi? Bahkan ketika kedua korban mengirim surat kepada yayasan, tidak ada respon sama sekali. Kami memberikan kesempatan kepada yayasan untuk menyelesaikan kasus ini secara baik-baik, namun tidak ada respons,” ujarnya.

Lebih lanjut, Amanda menegaskan bahwa narasi yang dibuat oleh pihak kampus yang menyudutkan para korban terkait politisasi dalam pemilihan rektor adalah tidak benar. Kasus yang menimpa kliennya adalah murni kasus pelecehan seksual dan tidak ada kaitannya dengan pemilihan rektor. “Mereka membuat narasi sesuai keinginan mereka, padahal kami sebagai pihak yang paham hukum, menegaskan bahwa kasus ini adalah kasus pelecehan seksual murni dan tidak ada hubungannya dengan isu politik,” tutupnya.