Jakarta (ANTARA) – Program Koperasi Desa Merah Putih, yang dijadwalkan akan diluncurkan oleh pemerintah pada 12 Juli 2025, telah menimbulkan harapan baru untuk membangun ekonomi nasional dari bawah ke atas, meskipun hal ini tidak akan terjadi tanpa tantangan.
Program ini telah menimbulkan banyak perdebatan, dengan beberapa orang meragukan efektivitas dan keberlanjutan program ini mengingat kompleksitas ekonomi pedesaan dan sejarah panjang koperasi Indonesia yang belum sepenuhnya sukses.
Namun, pada tinjauan lebih dekat, peluncuran program ini tidak tampak sebagai langkah simbolis, melainkan langkah strategis untuk melakukan reorientasi sistemik struktur ekonomi nasional.
Dengan optimisme terhadap program ini, anggota dewan pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tito Sulistio, mengatakan bahwa program ini akan menjadi pintu gerbang menuju industrialisasi pedesaan, berdasarkan prinsip ekonomi yang mengedepankan ideologi nasional, Pancasila.
Pernyataan ini menekankan bahwa pembangunan ekonomi berbasis koperasi tidak hanya akan memperkuat sektor tradisional tetapi juga menciptakan ekosistem modern yang mengintegrasikan nilai-nilai lokal dengan tuntutan global.
Beliau menekankan pentingnya bagi koperasi desa tidak hanya beroperasi di sektor konsumsi, atau melakukan kegiatan tabungan dan pinjaman, tetapi juga menjadi pemain utama dalam rantai produksi, distribusi, dan bahkan ekspor.
Dalam konteks pembiayaan, beliau menyoroti peran penting Badan Pengelola Investasi Indonesia, Danantara, sebagai lembaga yang bertugas mengonsolidasikan aset negara dan memanfaatkannya untuk masyarakat.
Beliau menyarankan agar Danantara membangun kemitraan strategis dengan koperasi desa.
Sinergi ini akan memperkuat posisi tawar koperasi, mempercepat akses modal, dan menjadikan koperasi desa sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi masyarakat.
Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, beliau mengusulkan agar koperasi terhubung langsung dengan pengawasan OJK dan mengadopsi skema tata kelola modern yang umumnya diterapkan di sektor keuangan.
Memperbaiki ketidakadilan struktural
Seorang tokoh koperasi pemuda, Turino Yulianto, mengatakan bahwa program Koperasi Desa Merah Putih adalah upaya besar dari Presiden Prabowo Subianto untuk mengubah struktur ekonomi dari yang sebelumnya oligarkis menjadi ekonomi berbasis rakyat yang mengedepankan kesetaraan.
Ditengah ketidakadilan dalam distribusi aset dan peluang, koperasi desa dapat menjadi alat yang efektif untuk memperbaiki ketidakadilan struktural yang telah menjadi hambatan bagi pembangunan nasional.
Koperasi diharapkan dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan tata kelola ekonomi di desa dan menjadi sarana yang paling efektif bagi distribusi kesejahteraan.
Yulianto menekankan bahwa di banyak negara maju, koperasi menjadi pemain utama dalam berbagai sektor strategis.
Misalnya, koperasi Zen-Noh Jepang mendominasi hampir semua perdagangan beras nasional.
Koperasi FrieslandCampina Belanda mendominasi industri susu di tingkat global. Di Brasil, koperasi Unimed mendominasi sektor kesehatan dengan jaringan rumah sakit dan asuransi terbesar di negara tersebut.
Indonesia memiliki potensi yang cukup untuk mengikuti jejak tersebut. Dengan lebih dari 74 ribu desa dengan kekuatan uniknya, koperasi desa bisa diarahkan untuk menjadi basis produksi skala kecil hingga menengah terhubung dengan pasar nasional dan internasional.
Beliau menekankan bahwa perbedaan mendasar antara Koperasi Desa Merah Putih dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terletak pada pengakuan badan hukum di tingkat internasional.
Dengan status koperasi, jaringan global yang telah dibangun dapat dimanfaatkan, membuka peluang untuk mengekspor komoditas lokal tanpa harus bergantung pada perantara besar.
Sebagai contoh, status koperasi akan memungkinkan koperasi susu di daerah langsung membangun kemitraan dengan pabrik susu di Selandia Baru atau Belanda.
Faktor-faktor penting
Namun, keberhasilan inisiatif koperasi desa akan sangat bergantung pada beberapa faktor krusial. Pertama, kapasitas sumber daya manusia di koperasi desa perlu dikembangkan dengan serius.
Ini akan membutuhkan program pendidikan dan pelatihan yang intensif, tidak hanya dalam manajemen koperasi, tetapi juga dalam kewirausahaan modern, literasi keuangan, dan pemasaran digital.
Kedua, perlindungan yang memastikan koperasi memiliki akses ke pasar yang adil akan diperlukan. Tanpa perlindungan dari monopoli dan kartel yang sejauh ini mengendalikan distribusi produk pertanian dan produksi pedesaan, koperasi desa hanya akan menjadi pihak luar.
Ketiga, pemerintah perlu memastikan sistem insentif yang mendukung pertumbuhan koperasi, termasuk akses mudah ke pembiayaan, subsidi teknologi, dan perlindungan hukum.
Selain itu, Koperasi Merah Putih akan perlu dirancang bukan hanya sebagai entitas ekonomi tetapi sebagai pusat inovasi dan regenerasi sosial di desa.
Mereka akan perlu menjadi rumah bagi pertumbuhan ide-ide baru, teknologi baru, dan semangat baru. Koperasi yang sehat akan menciptakan kelas menengah desa yang kuat, mandiri, dan produktif—sesuatu yang selama ini absen dari peta pembangunan nasional.
Dengan demikian, ekonomi desa tidak hanya akan tumbuh dari bawah ke atas, tetapi juga akan mendorong landasan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan.
Keputusan Presiden Prabowo untuk mendirikan Koperasi Desa Merah Putih dapat dipandang sebagai upaya terstruktur untuk memposisikan rakyat sebagai aktor utama dalam ekonomi nasional.
Dengan persiapan yang sungguh-sungguh, didukung oleh regulasi yang tepat dan tingkat profesionalisme yang tinggi dalam pelaksanaan program, pendirian koperasi desa bisa menjadi titik balik bagi kebangkitan ekonomi nasional yang kuat berakar di desa, namun mampu mencapai prestasi besar di tingkat global.
Berita terkait: Pimpinan desa diminta memajukan program koperasi
Berita terkait: Indonesia rencanakan 27 ribu koperasi desa baru hingga Juli
Berita terkait: Koperasi Merah Putih perkuat kemandirian ekonomi desa
Penerjemah: Hanni Sofia, Raka Adji
Editor: Arie Novarina
Hak cipta © ANTARA 2025