Jakarta (ANTARA) – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan kembali komitmennya terhadap keamanan pangan dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG), menyusul laporan kasus keracunan yang diduga terkait daging hiu yang disajikan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
“Mengenai menu hiu, saya ingin tekankan bahwa kami di BGN tidak akan mengizinkan bahan makanan yang dianggap berbahaya,” kata Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis.
Dia menjelaskan bahwa program MBG dirancang untuk memanfaatkan bahan-bahan lokal di setiap daerah guna memenuhi kebutuhan gizi penerimanya.
“Setiap menu disesuaikan dengan kearifan lokal. Contohnya, jika Daerah A punya banyak jagung, kami masukkan ke program. Prinsip yang sama berlaku untuk daerah yang sedang diselidiki ini, yang kebetulan punya banyak persediaan hiu,” jelas Deyang.
Pejabat itu menerangkan bahwa hidangan hiu hanya disajikan dua kali di Ketapang selama program berjalan. Dia juga meminta masyarakat tidak buru-buru menyalahkan semua masalah terkait MBG pada keracunan makanan.
“Kita harus hindari menghubungkan setiap kejadian dengan keracunan, karena faktor lain—seperti alergi—mungkin terlibat. Misalnya, beberapa orang bisa alergi udang atau bahkan mayones,” ujarnya.
Deyang lebih lanjut meyakinkan publik bahwa BGN akan menanggung semua biaya pengobatan yang timbul dari kasus keracunan terkait MBG.
“Kami di BGN jamin penuh biaya medisnya. Di Kabupaten Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah, kami bayar tagihan rumah sakit total Rp350 juta. Bahkan, kami sudah alokasikan dana miliaran rupiah untuk ini,” tegasnya.
Dia menekankan bahwa BGN tidak akan pernah membebani orang tua, sekolah, atau pemerintah daerah dengan biaya pengobatan korban. “Rumah sakit disarankan hubungi kami di BGN langsung,” tambahnya.
Pernyataan ini muncul setelah dilaporkan bahwa 24 murid dan satu guru di sebuah SD negeri di Ketapang diduga mengalami masalah kesehatan setelah mengonsumsi makanan MBG yang menampilkan daging hiu yang dicurigai mengandung merkuri berlebihan.