Jumat, 14 November 2025 – 15:04 WIB
Jakarta, VIVA – Google digugat secara hukum karena dituduh menggunakan asisten AI Gemini untuk menyadap dan memantau komunikasi pribadi pengguna secara ilegal di seluruh layanan Gmail, Chat, dan Meet. Hal ini dilaporkan oleh Bloomberg, dikutip pada Jumat, 14 November 2025.
Gugatan hukum yang diajukan di pengadilan federal California, Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa unit Alphabet Inc. sebelumnya menjadikan AI sebagai pilihan untuk pengguna. Namun, pada Oktober 2025, mereka diam-diam mengizinkan Gemini untuk mengakses aplikasi-aplikasi tersebut.
Hal ini memungkinkan pengumpulan data "tanpa sepengetahuan atau persetujuan pengguna". Gugatan itu juga mengklaim bahwa meskipun Google mengizinkan pengguna untuk mematikan asisten AI, pengguna harus menavigasi pengaturan privasi perusahaan yang rumit.
Gugatan menyatakan bahwa jika pengguna tidak mengambil langkah ini, Google menggunakan Gemini untuk "mengakses dan mengeksploitasi seluruh riwayat komunikasi pribadi penggunanya, termasuk setiap email dan lampiran yang dikirim dan diterima di akun Gmail mereka."
Gugatan hukum ini juga menuduh bahwa Google melanggar Undang-Undang Invasi Privasi California, sebuah undang-undang tahun 1967 yang melarang penyadapan dan perekaman komunikasi rahasia tanpa persetujuan semua pihak.
Gemini dari Google, serangkaian model AI yang diluncurkan pada 2023 oleh unit DeepMind, dirancang untuk memproses dan menghasilkan teks, kode, audio, dan video.
Asisten multi-modal ini memiliki beberapa versi, termasuk "Ultra" untuk tugas-tugas kompleks, "Pro" untuk layanan yang luas, dan "Nano" untuk penggunaan di perangkat.
Namun, teknologi ini telah menghadapi kontroversi. The Wall Street Journal sebelumnya melaporkan bahwa peretas dari lebih dari 20 negara telah menggunakan chatbot ini untuk mengumpulkan informasi guna serangan siber.
Pada September 2025, Google diperintahkan membayar US$425,7 juta untuk menyelesaikan gugatan class action yang menuduhnya melanggar privasi pengguna, menurut dokumen pengadilan.
Gugatan tersebut, yang awalnya diajukan pada 2020, mengklaim bahwa sejak 2016, perusahaan tersebut mengumpulkan data dari pengguna aplikasi pihak ketiga bahkan ketika pengaturan pelacakan yang relevan sudah dimatikan.
Juri menyetujui klaim inti pelanggaran privasi tetapi menolak untuk menyatakan Google bersalah karena melanggar Undang-Undang Penipuan dan Penyalahgunaan Komputer.