Ketua MPR mendorong reformasi Undang-Undang Pemilu

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menegaskan perlunya perbaikan Undang-Undang Pemilihan Umum selama fase awal masa pemerintahan berikutnya, baik pada tahun 2025 maupun 2026. “Perbaikan undang-undang harus selesai pada awal periode pemerintahan berikutnya,” katanya dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu. Ia menekankan pentingnya melakukan perbaikan ini untuk memberikan waktu yang cukup bagi partai politik, penyelenggara pemilu, dan lembaga terkait untuk mempersiapkan pemilu berikutnya. Beberapa aspek perlu disempurnakan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum, berdasarkan hasil evaluasi dan putusan Mahkamah Konstitusi dalam kasus sengketa hasil pemilihan presiden yang terbaru. Soesatyo menjelaskan bahwa area-area yang perlu diperbaiki dalam undang-undang termasuk sistem pemilihan, ambang batas parlementer, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, alokasi kursi daerah pemilihan, dan konversi suara menjadi kursi. Selain itu, proses perbaikan undang-undang pemilu harus mempertimbangkan pemilihan serentak, digitalisasi, dan biaya politik yang tinggi. Ia menekankan bahwa pandangan yang disampaikan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia “berisik dan melelahkan,” dan presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menyatakan bahwa politik “semakin mahal,” harus menjadi refleksi untuk penyelenggaraan pemilu berikutnya. “Berbagai pandangan ini menunjukkan perlunya evaluasi untuk meningkatkan sistem pemilihan, baik dalam hal regulasi maupun teknis,” tegasnya. Selain itu, katanya, sebuah studi pada tahun 2017 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyoroti perlunya negara memberikan dukungan pendanaan bagi partai politik untuk memenuhi kebutuhan operasional mereka.

MEMBACA  Dampak Serangan Hacker, BSSN Mendesak Indonesia Memerlukan Undang-Undang Siber