Ketidakjelasan Tanggung Jawab Galon Sekali Pakai yang Diduga Meningkatkan Permasalahan Sampah Plastik

VIVA Lifestyle – Produksi galon sekali pakai yang semakin meningkat telah menyebabkan masalah sampah plastik yang semakin memburuk. Secara matematis, keberadaan galon tersebut bertentangan dengan target pengurangan sampah nasional sebesar 30 persen pada tahun 2025.

Baca Juga:

Bayi Perempuan Ditemukan Meninggal di Tempat Pembuangan Sampah

Galon sekali pakai juga dianggap bertentangan dengan semangat anak bangsa untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Penggunaan kemasan sekali pakai juga tidak sejalan dengan gaya hidup 3R (reduce, reuse, recycle) yang sedang digalakkan oleh semua pihak. Yuk, scroll untuk informasi lebih lanjut.

Juru Kampanye Urban Greenpeace, Muharram Atha Rasyadi menyebut klaim ramah lingkungan produk galon sekali pakai yang beredar di pasaran hanyalah lelucon. Artinya, galon sekali pakai ramah lingkungan hanya jargon semata.

Baca Juga:

Strategi Ganjar Atasi Permasalahan Sampah

“Sebenarnya mereka hanya melakukan greenwashing, yang berarti mereka mencitrakan bahwa produk mereka ramah lingkungan,” kata Atha dalam diskusi dengan Aliansi Zero Waste Indonesia beberapa waktu lalu.

Baca Juga:

Pelihara Lingkungan, Daur Ulang Koper Diadakan

Ia menjelaskan bahwa produsen galon sekali pakai hanya membangun citra bahwa produk mereka aman dan ramah lingkungan. Namun, yang perlu diperhatikan adalah apakah produk tersebut benar-benar dapat didaur ulang oleh industri.

Hal ini menjadi sorotan karena tingkat daur ulang plastik di Indonesia masih sangat rendah. Menurut data Sustainable Waste Indonesia (SWI), tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia baru mencapai 7 persen, sementara 50 persen di antaranya tidak terkelola dan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

Sementara itu, Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) 2022 menemukan bahwa jumlah timbunan sampah nasional mencapai 21,1 juta ton. Angka tersebut berasal dari 202 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

MEMBACA  Rektor Unika Semarang Mengalami Dugaan Intimidasi dari Oknum Polisi, Ganjar Memberikan Reaksi yang Tegas

Dari total produksi sampah nasional tersebut, sebanyak 13,9 juta ton atau 65,71 persen dapat dikelola dengan baik, sedangkan sisanya sebanyak 7,2 juta ton atau 34,29 persen belum dikelola dengan baik.

“Produsen harus bertanggung jawab atas kemasan produk mereka yang tidak dapat terurai oleh alam. Ketika produsen memperkenalkan produk baru, mereka seharusnya telah menyiapkan skema ‘take back’ dengan kapasitas yang setara dengan produk yang mereka keluarkan,” tegas Atha.

Temuan sampah plastik di sepanjang aliran Sungai Ciliwung

Lautan sampah di aliran sungai mangrove di Bali Selatan tahun 2021

Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menilai bahwa keberadaan galon sekali pakai berbahaya bagi ekosistem. Ecoton telah beberapa kali menemukan galon sekali pakai yang berakhir menjadi sampah dan mencemari sungai.

“Jika produsen terus menerus memproduksi galon sekali pakai, ini akan menyebabkan peningkatan jumlah dan jenis sampah yang berakhir di lingkungan,” kata Divisi Edukasi Ecoton Foundation, Alaika.

Lembaga yang bergerak di bidang pemulihan ekosistem sungai tersebut menyebutkan bahwa kondisi sungai di Indonesia sedang tidak baik. Semuanya terkontaminasi dengan mikroplastik.

Dia menjelaskan bahwa mikroplastik dapat berdampak dan berpotensi terhadap organisme hidup, termasuk manusia. Oleh karena itu, Ecoton secara tegas menolak penggunaan plastik, termasuk plastik sekali pakai seperti galon sekali pakai.

Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera berpendapat bahwa pemerintah seharusnya melarang penggunaan galon sekali pakai. Dia mengatakan bahwa ini merupakan tindakan tegas dalam mengimplementasikan prinsip 3R dalam pengelolaan sampah nasional.

Dia melanjutkan bahwa jika beberapa daerah telah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai, maka seharusnya ada larangan nasional, karena izin perusahaan berada di pusat.

MEMBACA  Exit poll menunjukkan Prabowo-Gibran unggul dalam pemilihan presiden

“Izin penggunaan galon sekali pakai juga seharusnya tidak boleh, karena dalam konteks kebijakan saat ini kita sedang melaksanakan tanggung jawab produsen,” katanya.

Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) mengkritik penggunaan dana CSR yang keliru oleh produsen terkait pengelolaan sampah plastik. Produsen seringkali berdalih akan bertanggung jawab terhadap sisa produk plastik mereka tanpa memikirkan siapa yang akan melaksanakannya di tingkat bawah.

“Karena bingung, para produsen akhirnya membangun infrastruktur mereka sendiri dalam mengelola sampah plastik sisa produk mereka,” kata Ketua Yaksindo Nara Ahirullah.

Dia mengutip kegiatan produsen galon sekali pakai yang menggunakan Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) untuk mengambil sisa produk ke rumah masyarakat. Menurutnya, ini bukanlah pengelolaan sampah, tetapi pengumpulan bahan baku daur ulang karena mereka hanya mengambil galon sekali pakai.

“Langkah APSI tersebut hanyalah kerjasama bisnis semata dan bukan niat untuk mengurangi sampah di masyarakat,” katanya.

Nara mengatakan bahwa yang seharusnya dilakukan oleh produsen dalam mengelola sampah dari sisa produk mereka adalah memberikan insentif kepada pengelola sampah. Jadi, yang dilakukan oleh produsen adalah metode insentif, bukan bisnis.

Halaman Selanjutnya

Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SIPSN KLHK) 2022 menemukan bahwa jumlah timbunan sampah nasional mencapai 21,1 juta ton. Angka tersebut berasal dari 202 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.