Jakarta (ANTARA) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan pada Selasa bahwa Kanada dan Rusia telah mengajukan proposal untuk berpartisipasi dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia.
"Kanada, saya sudah bertemu dengan menterinya. Rusia juga. Ada beberapa negara lain yang belum bisa saya sampaikan," katanya di sini.
Menurut menteri, Indonesia telah menyiapkan peta jalan untuk mengembangkan PLTN dengan kapasitas hingga 500 MW pada tahun 2034.
Pemerintah berencana mengembangkan kapasitas PLTN sebesar 250 MW di Sumatra dan sisa 250 MW lagi di Kalimantan.
Rencananya, teknologi small modular reactor (SMR) akan digunakan di kedua lokasi tersebut, tambahnya.
"Tapi, kerja samanya seperti apa? Konsepnya sedang dibahas. Kami sudah diskusikan tawaran mereka," ungkap Lahadalia.
Selain itu, Kementerian ESDM sedang menyiapkan regulasi untuk mengolah uranium, yang terutama ditemukan di Kalimantan Barat, untuk mendukung pengembangan PLTN.
"Kami sedang menyiapkan peraturan pemerintah. Semoga bisa diimplementasikan untuk pemurnian pengolahan bahan radioaktif," kata Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, minggu lalu.
Pengolahan uranium termasuk dalam usaha radioaktif, jelasnya.
Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan sistem perizinan, mengingat usaha pertambangan radioaktif membutuhkan pengawasan yang lebih ketat, tambahnya.
Uranium adalah bahan bakar utama yang digunakan dalam reaktor nuklir. Menurut rencana, potensi uranium di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, mencapai 24.112 ton.
Namun, penggunaan energi nuklir sebagai sumber energi utama masih menunggu regulasi kebijakan dari pemerintah, didukung oleh studi kelayakan pembangunan PLTN.
Berita terkait: Feasibility study underway for Indonesia-Russia nuclear power project
Berita terkait: Indonesia mulls Chinese, Russian tech for nuclear energy push
Penerjemah: Putu Indah Savitri, Yashinta Difa
Editor: Primayanti
Hak Cipta © ANTARA 2025