Jakarta (ANTARA) – Indonesia berharap bisa mengirim bantuan kemanusiaan, termasuk 10 ribu ton beras, ke Gaza melalui jalur darat, bukan dengan cara dijatuhkan dari udara, kata Menteri Luar Negeri Sugiono.
"Kami berharap tidak ada pengiriman lewat udara. Kami harap pintu perbatasan untuk distribusi bantuan segera dibuka. Kami paham bahwa airdrop punya banyak risiko," jelas menteri usai menerima Menteri Luar Negeri Belarus Maxim Ryzhenkov di kantor kemlu pada Selasa.
Dia mengatakan, mengirim bantuan lewat udara bisa membahayakan warga Palestina di Gaza yang sangat membutuhkannya. "Prosesnya juga punya banyak masalah teknis yang harus diatasi," tambahnya.
Oleh karena itu, menteri mendesak Israel agar segera membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa batas ke Gaza dan tidak menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, karena hanya akan menambah penderitaan warga sipil.
"Anak-anak dan bayi jadi korban—gambarnya yang tersebar di mana-mana akan mengganggu siapa pun yang punya rasa kemanusiaan," ujarnya.
Indonesia telah menjanjikan bantuan 10 ribu ton beras untuk Palestina guna membantu krisis kemanusiaan di sana, kata Sugiono.
Bantuan sedang disiapkan dan akan segera dikirim, tambahnya.
Dalam pidato di acara dukungan untuk Palestina di Monas pada 3 Agustus 2025, menteri luar negeri mengatakan bantuan ini adalah bentuk dukungan nyata Indonesia bagi rakyat Palestina yang sedang berjuang.
Bantuan ini "diperintahkan oleh Konstitusi dan bagian dari komitmen nasional," katanya.
Menurut menteri, Indonesia telah mengirim lebih dari 4.400 ton logistik dan memberikan bantuan kemanusiaan ratusan miliar rupiah ke Gaza.
Beberapa negara sudah mulai mengirim bantuan ke Gaza lewat udara sejak pekan lalu. Pada 1 Agustus, Uni Emirat Arab dan Yordania memimpin operasi airdrop multinasional dengan pesawat dari Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol.
Airdrop ini dilakukan setelah Kanada mengumumkan pada Senin bahwa mereka telah menjatuhkan 10 ton bantuan untuk warga Gaza.
Penerjemah: Nabil Ihsan
Editor: Rahmad Nasution
Hak Cipta © ANTARA 2025