Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II, Thomas Djiwandono, mengatakan bahwa Indonesia telah berhasil mengintegrasikan ekonomi syariah dan prinsip keuangan publik Islam dengan kebijakan ekonomi konvensional atau mainstream.
“Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam menggabungkan prinsip keuangan publik Islam ke dalam kebijakan ekonomi mainstream,” Djiwandono menekankan dalam konferensi video yang disiarkan di sini pada Kamis.
Dia mengatakan bahwa dengan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, pemerintah secara aktif mempromosikan pengembangan dan integrasi prinsip keuangan Islam ke dalam kerangka kebijakan fiskal nasional.
Dia menyatakan bahwa upaya tersebut bertujuan untuk memastikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
“Dalam kerangka regulasi dan institusi, pemerintah, melalui kolaborasi Kementerian Keuangan, Dewan Syariah Nasional (DSN), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mengembangkan kerangka regulasi yang kuat untuk mendukung pertumbuhan keuangan Islam,” katanya.
Dia menambahkan bahwa Indonesia telah merancang dan memberlakukan berbagai undang-undang berdasarkan prinsip ekonomi Islam, seperti pengelolaan perbankan syariah, zakat, dan wakaf.
Dia mengatakan bahwa prinsip ekonomi syariah juga telah diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang bertujuan untuk memodernisasi dan menyesuaikan regulasi pemerintah dengan perkembangan sistem ekonomi saat ini.
“Selain itu, Indonesia telah mendirikan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan Asosiasi Ekonom Islam Indonesia (IAEI) untuk mempercepat pengembangan dan inovasi ekonomi dan keuangan Islam, termasuk keuangan publik Islam,” katanya.
Menurut perspektif Islam, kebijakan keuangan publik harus mendorong investasi dan kegiatan produktif yang menciptakan nilai nyata bagi masyarakat, kata Djiwandono.
Dia menambahkan bahwa belanja dan investasi publik harus mendukung proyek-proyek pembangunan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim, seperti pengembangan energi terbarukan, ekonomi hijau, dan infrastruktur yang tahan bencana.
Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan proyek-proyek tersebut, pemerintah telah menerbitkan beberapa instrumen keuangan syariah dalam beberapa tahun terakhir, katanya.
Pada tahun 2018, Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan green sukuk untuk mengumpulkan dana untuk proyek-proyek ramah lingkungan dan berkelanjutan terkait energi, reboisasi, dan pertanian.
Kemudian, pemerintah meluncurkan Kerangka Surat Utang Pemerintah SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2021 senilai lebih dari US$10 miliar (Rp152,68 triliun, kurs pada Kamis = Rp15.268) untuk pengembangan energi terbarukan dan pengelolaan sampah.
Sementara itu, untuk tujuan sosial, pemerintah menerbitkan Cash Waqf Linked Sukuk – investasi waqf tunai dalam surat utang negara sukuk, yang hasilnya didistribusikan oleh nazhir (badan manajemen dana waqf dan kegiatan) – untuk mendanai program-program sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Penerbitan sukuk pada tahun 2020 membantu mengumpulkan US$65 juta (Rp992,42 miliar) dari lebih dari 3 ribu kontributor waqf.
“Pemerintah juga secara teratur menerbitkan retail sukuk untuk menarik investor ritel domestik. Hal ini memberikan opsi investasi sesuai syariah yang juga membantu mendanai proyek-proyek pembangunan nasional dan berkontribusi pada perluasan sektor keuangan Indonesia,” kata Djiwandono.
Berita terkait: Prinsip keadilan pajak syariah dapat meningkatkan kesejahteraan: Wakil Menteri
Berita terkait: Indonesia Islamic Financial Center untuk ekonomi syariah terintegrasi: Pemerintah
Reporter: Uyu Septiyati Liman
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024