Indonesia membutuhkan US$25,2 miliar dari sektor swasta untuk pengembangan hidrogen hijau hingga tahun 2060, menurut Kementerian Investasi. Dendy Apriandi, Direktur Deregulasi Investasi kementerian tersebut, mengatakan pada hari Kamis bahwa salah satu perusahaan yang telah berinvestasi dalam pengembangan hidrogen hijau adalah Pertamina. Perusahaan minyak dan gas milik negara itu telah menginvestasikan US$11 miliar sebagai bagian dari upaya untuk mencapai target kemajuan energi hijau. Selain itu, organisasi antarpemerintah Global Green Growth Institute (GGGI) juga bekerjasama dengan Samsung dan Hyundai dalam proyek senilai US$1,2 miliar di Blok Sarulla, Sumatera Utara, untuk memproduksi hidrogen hijau. Apriandi mengatakan bahwa potensi bisnis pengembangan hidrogen hijau lebih besar daripada hidrogen konvensional yang berasal dari hidrogen abu-abu atau gas alam. Namun, biaya produksi hidrogen hijau masih cukup tinggi. Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menyoroti bahwa pengembangan hidrogen dapat menjadi upaya untuk mencegah krisis energi di sektor industri serta mendukung realisasi pengurangan karbon dioksida. Indonesia menargetkan untuk mengurangi 912 juta ton CO2 pada tahun 2030. Sementara itu, Direktur Jenderal Pelaksanaan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil kementerian tersebut, Reni Yanita, mengatakan bahwa hidrogen adalah bahan bakar alternatif yang berkelanjutan dan media penyimpanan energi yang ideal. Berita terkait: Indonesia menyiapkan insentif hidrogen hijau, pembebasan pajak Berita terkait: Hidrogen hijau sebagai instrumen untuk transisi energi bersih Translator: Ahmad Muzdaffar, Raka Adji Editor: Anton Santoso Copyright © ANTARA 2024