Pertemuan pada Forum Keberlanjutan Internasional Indonesia (IISF) 2024 yang diselenggarakan di Jakarta pada 5-6 September membahas titik balik paradigma dalam pengelolaan mineral kritis oleh para pemangku kepentingan terkait.
Di masa lalu, industri pertambangan sangat terkait dengan kerusakan lingkungan akibat pembabatan hutan, pencemaran air, dan kehilangan biodiversitas yang disebabkan olehnya.
Kegiatan semacam itu sering kali menimbulkan protes dari masyarakat lokal dan organisasi non-pemerintah lingkungan (LSM). Banyak tambang menjadi sumber konflik sosial yang berkepanjangan, dengan masyarakat lokal sering kali terpinggirkan oleh eksploitasi sumber daya alam di daerah mereka.
Meskipun risiko ekologis dan sosial, tidak dapat disangkal bahwa sektor pertambangan memainkan peran penting dalam ekonomi nasional dengan menyediakan pendapatan negara yang signifikan dan membuka ribuan lapangan kerja bagi masyarakat.
Di tengah pembahasan tentang dampak positif dan negatif pertambangan, dunia kini memasuki era baru yang sangat bergantung pada mineral kritis sebagai komponen vital dalam transisi energi global menuju energi bersih.
Indonesia sebagai ‘rumah’ mineral kritis
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia mendefinisikan mineral kritis sebagai kategori mineral yang memiliki penggunaan penting bagi ekonomi nasional tetapi juga memiliki potensi gangguan pasokan dan tidak memiliki pengganti yang layak.
Jenis ini meliputi beberapa mineral, seperti nikel, lithium, dan kobalt, yang bukan hanya merupakan komponen utama dalam produksi baterai kendaraan listrik (EV) tetapi juga memainkan peran penting dalam teknologi terbarukan lainnya, seperti panel surya dan turbin angin.
Selama ISF 2024, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa saat ini, kebutuhan global akan mineral kritis semakin meningkat, seiring dengan kampanye besar-besaran negara maju untuk meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Indonesia, dengan cadangan nikel yang melimpah, sebenarnya memiliki posisi strategis dalam rantai pasok global mineral ini. Negara ini memiliki potensi besar dalam pengembangan unsur tanah jarang yang kunci untuk teknologi berkelanjutan di masa depan.
Menurut Pandjaitan, saatnya bagi Indonesia untuk dikenal tidak hanya sebagai produsen nikel utama tetapi juga sebagai pelopor dalam pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan di antara negara-negara berkembang.
Direktur dan Chief Sustainability serta Corporate Affairs Officer PT Vale Indonesia Tbk Bernardus Irmanto menyoroti pentingnya pengelolaan berkelanjutan potensi besar mineral kritis di Indonesia.
“Mempunyai sumber daya mineral kritis yang melimpah adalah sebuah berkah bagi Indonesia, tetapi juga harus dikelola dengan benar,” tegasnya.
Dengan pengelolaan yang tepat, mineral kritis dapat memberikan dampak positif jangka panjang pada ekonomi, masyarakat, dan lingkungan.
Pengelolaan berkelanjutan mineral kritis dapat dimulai dengan membangun kemitraan lintas sektor, terutama dengan industri teknologi.
Namun, perusahaan pertambangan Indonesia saat ini belum mampu menyediakan teknologi efektif untuk mengelola mineral kritis. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam mengelola mineral kritis berdasarkan prinsip berkelanjutan.
Sebagai contoh, Vale Indonesia telah berkolaborasi dengan Ford Motor Co. dan Zhejiang Huayou Cobalt Co. dalam pembangunan pabrik peleburan nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara.
Kerjasama ini memungkinkan Indonesia tidak hanya melakukan penambangan tetapi juga memproses mineral dengan teknologi canggih, sehingga memberikan nilai tambah pada hasil tambang dan memperluas akses ke pasar internasional.
Reklamasi sebagai solusi jangka panjang
Tantangan besar, termasuk dampak sosial dan lingkungan dari industri pertambangan, masih mengintai dalam bisnis tersebut.
Oleh karena itu, partisipasi aktif masyarakat lokal dan persetujuan pemerintah sangat penting untuk memastikan kelangsungan operasi pertambangan.
Masyarakat sekitar seringkali menjadi korban tidak langsung dari kegiatan pertambangan. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat merupakan elemen penting dalam memastikan bahwa proyek pertambangan dapat beroperasi secara adil dan bertanggung jawab.
Menanggapi tantangan ini, Vale Indonesia berusaha menunjukkan bahwa pertambangan yang bertanggung jawab adalah mungkin. Hingga saat ini, perusahaan telah berhasil mereklamasi 67 persen lahan yang dibersihkan untuk pertambangan.
Langkah-langkah reklamasi dianggap sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk melindungi dan menjaga lingkungan, dengan harapan bahwa lahan bekas pertambangan dapat kembali berfungsi secara ekologis.
Beberapa perusahaan pertambangan saat ini mulai menyadari bahwa rehabilitasi lahan tidak hanya dilakukan di area konsesi pertambangan tetapi juga di luar mereka.
Pendekatan ini adalah contoh bahwa sektor pertambangan dapat berjalan seiring dengan upaya pelestarian lingkungan, meskipun kegiatan pertambangan tidak dapat sepenuhnya menghindari dampak negatif.
Namun, hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana reklamasi dapat dilakukan secara progresif dan berkelanjutan.
Perusahaan pertambangan dapat menebang pohon selama operasinya, tetapi aspek paling penting adalah komitmen mereka untuk mengembalikan kerusakan yang disebabkan pada lingkungan. Upaya semacam itu menetapkan contoh yang baik bagi perusahaan pertambangan lain di negara ini.
Pengawasan pemerintah dan tantangan sosial
Peran pemerintah sangat penting dalam pengelolaan mineral kritis.
Menurut Co-Chief Operating Officer dan Direktur Kinerja Sosial di International Council on Mining and Metals (ICMM) Danielle Martin, pemerintah harus terus memastikan bahwa setiap aktivitas pertambangan mengikuti standar sosial dan lingkungan yang ketat.
“Kepercayaan publik terhadap sektor pertambangan sangat penting,” ujar Danielle.
Danielle memperingatkan bahwa tanpa keterlibatan aktif pemerintah dan masyarakat lokal, akan semakin sulit untuk memastikan bahwa proyek pertambangan berjalan konsisten dengan standar keberlanjutan.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo menekankan komitmen pemerintah terhadap pelestarian lingkungan.
Ini adalah aspek penting untuk selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan, katanya.
“Sebenarnya, jika kita benar-benar memikirkannya dengan pendekatan pragmatis, jika perusahaan pertambangan memiliki paradigma yang lebih luas, maka mereka dapat melihat keanekaragaman hayati sebagai manfaat ekonomi jangka panjang daripada akumulasi kekayaan ekonomi jangka pendek,” jelasnya.
Saat ini, langkah-langkah inovatif dilakukan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia untuk mulai melestarikan keanekaragaman hayati.
Langkah-langkah tersebut meliputi penerbitan izin pertambangan yang mencakup aspek sosial dan lingkungan secara menyeluruh. Jika sebuah perusahaan berminat untuk melakukan operasi pertambangan, harus tetap berkomitmen pada kontrak izin.
Dalam hal ini, kolaborasi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjadi ujung tombak dalam memastikan operasi pertambangan yang berkelanjutan.
Direktur Proyek Keamanan Mineral Kritis di Center for Strategic and International Studies (CSIS) Gracelin Baskaran setuju bahwa pendekatan yang tepat dapat memastikan bahwa Indonesia tetap kompetitif secara ekonomi sambil melestarikan lingkungan.
“Perusahaan pertambangan yang baik selalu memiliki rencana pelestarian keanekaragaman hayati yang baik,” ujarnya.
Pada akhirnya, mineral kritis akan menjadi tulang punggung masa depan. Namun, di satu sisi, Indonesia menyadari bahwa eksploitasi mineral harus dilakukan dengan bijaksana.
Keberlanjutan adalah tujuan utama, di mana setiap langkah yang diambil oleh sebuah perusahaan pertambangan tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga harus difokuskan pada pelestarian alam dan kehidupan masyarakat sekitar.
Titik balik ini merupakan cerminan dari harapan bahwa industri pertambangan, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, dapat menjadi kekuatan yang mendukung masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.