Figur Yoon Suk Yeol, Presiden Korea Selatan yang Diberhentikan karena Penyalahgunaan Kekuasaan

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, menghadapi situasi yang sangat sulit setelah Majelis Nasional memutuskan untuk memakzulkannya. Keputusan ini diambil melalui pemungutan suara pada hari Sabtu, 14 Desember 2024 di mana 204 dari 300 anggota parlemen mendukung mosi pemakzulan. Yang mengejutkan, 12 anggota parlemen dari partai Yoon sendiri ikut berpihak pada oposisi. Langkah ini menunjukkan adanya perpecahan besar di dalam partainya dan semakin memperberat posisinya.

Meski pemungutan suara ini menjadi pukulan besar bagi Yoon, pemakzulan tersebut belum sepenuhnya berlaku. Proses ini masih harus melalui tahap penting berikutnya, yaitu pengesahan oleh Pengadilan Konstitusional Korea Selatan. Pengadilan ini memiliki waktu hingga 180 hari untuk memutuskan apakah akan menerima pemakzulan dan memberhentikan Yoon dari jabatannya, atau menolaknya sehingga ia bisa kembali memimpin.

Yoon Suk Yeol lahir di Seoul pada tahun 1960. Ia menempuh pendidikan hukum dan memulai karirnya sebagai jaksa penuntut umum. Sebagai seorang pejuang antikorupsi, Yoon memainkan peran penting dalam menjatuhkan mantan Presiden Park Geun-hye yang dihukum karena penyalahgunaan kekuasaan. Pada tahun 2019, Yoon menjabat sebagai Jaksa Agung Korea Selatan dan mendakwa seorang pembantu utama Presiden Moon Jae-in dalam kasus penipuan dan penyuapan. Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang terkesan dengan kiprahnya dan membujuk Yoon untuk menjadi kandidat presiden mereka.

Sejak awal masa jabatannya, Yoon tidak pernah benar-benar mendapatkan dukungan besar dari rakyat. Popularitasnya terus menurun akibat berbagai kontroversi dan skandal. Salah satunya adalah penanganan buruk pemerintahannya terhadap tragedi Halloween 2022 yang menewaskan banyak orang. Selain itu, pemerintahan Yoon juga disalahkan atas inflasi pangan, lambatnya pertumbuhan ekonomi, dan pembatasan kebebasan berbicara. Ia bahkan dituduh menyalahgunakan hak veto presiden untuk membatalkan undang-undang yang memungkinkan penyelidikan dugaan keterlibatan istrinya dalam manipulasi saham. Skandal lain yang memperburuk reputasinya adalah hadiah tas desainer senilai $2.000 atau setara Rp31 juta yang diterima istrinya. Meskipun Yoon bersikeras bahwa menolak hadiah tersebut dianggap tidak sopan, masyarakat memandang hal ini sebagai pelanggaran etika. Selain itu, ibu mertuanya, Choi Eun-soon, juga menjalani hukuman penjara karena memalsukan dokumen keuangan dalam transaksi real estat.

MEMBACA  Ketakutan Cina memicu perlombaan India untuk kobalt di perairan samudera yang diperebutkan | Berita Pertambangan

Tinggalkan komentar