Rabu, 27 Agustus 2025 – 19:19 WIB
Jakarta, VIVA – Anggota Komisi I DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah, minta Pemerintah Indonesia untuk ambil langkah diplomatik yang tegas dan konkret terkait insiden penembakan warga negara Indonesia (WNI) oleh aparat Unit Patroli Perbatasan (UPF) Timor Leste di Desa Inbate, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Senin 25 Agustus 2025.
Baca Juga :
Demo Buruh Digelar Besok, DPR dan Pemerintah Imbau Aksi Damai
Desakan ini disampaikan Sarifah karena insiden ini tidak hanya menyebabkan seorang warga Indonesia, Paulus Taek Oki (60), luka-luka kena tembak, tetapi juga didahului oleh pelanggaran kesepakatan bilateral oleh pihak Timor Leste.
“Komisi I DPR RI menyayangkan dan mengecam keras insiden penembakan terhadap warga Indonesia di perbatasan. Ini pelanggaran kedaulatan dan keselamatan warga negara yang sangat serius. Kami minta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan, untuk segera panggil Duta Besar Timor Leste dan sampaikan protes resmi yang kuat,” tegas Sarifah dalam pernyataan tertulisnya, Rabu 27 Agustus 2025.
Baca Juga :
Bela Tunjangan DPR Rp50 Juta, Pendidikan Nafa Urbach Jadi Sorotan Publik: Hanya Sampai SMA
Sejumlah warga TTU yang bentrok dengan Polisi Timor Leste diangkut ke atas mobil
Sarifah, yang urus luar negeri, pertahanan, dan intelijen di Komisi I, soroti akar masalah dari insiden ini, yaitu ketidakpatuhan satu pihak terhadap kesepakatan sementara yang udah disepakati bersama.
Baca Juga :
Ganjarist: Elite Politik Sibuk Bermanuver, Rakyat Ditinggalkan dalam Kesusahan
“Yang sangat memprihatinkan adalah insiden ini terjadi setelah ada kesepakatan bahwa pemasangan patok batas hanya akan dilakukan di titik-titik yang tidak disengketakan. Pemasangan patok di titik sengketa Pilar 36 oleh UPF Timor Leste jelas sebuah pelanggaran dan provokasi yang tidak bisa dibiarkan,” ujar Legislator Fraksi PDIP ini.
Lebih lanjut, Sarifah minta agar pemerintah percepat proses perundingan perbatasan yang sampai saat ini masih ada sekitar 4 segmen yang belum disetujui, termasuk wilayah Noel Besi-Citrana (Naktuka) tempat insiden terjadi.
“Perundingan Joint Border Committee harus segera dituntaskan. Status quo yang berlarut-larut hanya akan bikin ketidakpastian dan memicu konflik di lapangan, seperti yang kita lihat sekarang. Keselamatan dan hak-hak ekonomi warga Indonesia di perbatasan tidak boleh dikorbankan,” jelas Sarifah.
Selain langkah diplomatik, Sarifah juga minta pemerintah untuk pastikan pertanggungjawaban dengan menuntut pemerintah Timor Leste untuk mengadili dan menindak tegas aparat yang melakukan penembakan.
Kemudian memperkuat pengawasan, yaitu tingkatkan kehadiran dan patroli TNI-Polri di titik-titik rawan sengketa untuk lindungi warga dan kedaulatan wilayah. Lalu, berikan pendampingan untuk pastikan korban dan keluarga dapat perawatan kesehatan dan pendampingan hukum yang maksimal.
Terakhir menggelar fact-finding joint, dengan buat tim pencari fakta bersama (joint fact-finding team) untuk selidiki insiden ini secara transparan dan objektif.
“DPR, khususnya Komisi I, akan terus pantau perkembangan situasi dan akan minta penjelasan resmi dari pemerintah tentang langkah-langkah yang sudah dan akan diambil. Kami dukung pemerintah untuk ambil sikap yang tegas, tapi tetap utamakan jalur diplomasi untuk penyelesaian damai dan berkelanjutan,” tutup Sarifah Ainun Jariyah.
Insiden ini dipicu oleh aksi protes warga Indonesia terhadap pemasangan patok perbatasan secara sepihak oleh UPF Timor Leste di lahan yang mereka garap. Aparat kemudian melepaskan tembakan yang mengenai korban. Pemerintah daerah NTT telah nyatakan bahwa pemasangan patok tersebut langgar kesepakatan bilateral yang baru dibahas sehari sebelumnya.
Halaman Selanjutnya
“Perundingan Joint Border Committee harus segera dituntaskan. Status quo yang berlarut-larut hanya akan menimbulkan ketidakpastian dan memicu konflik di lapangan, seperti yang kita saksikan sekarang. Keselamatan dan hak-hak ekonomi warga Indonesia di perbatasan tidak boleh dikorbankan,” papar Sarifah.