loading…
Ketua FSI Johanes Herlijanto didampingi (dari kiri) Guru Besar Departemen Ilmu Sejarah FIB UI Tuty Nur Mutia, Dosen President University Muhammad Farid, Diplomat Kemlu Victor Harjono, dan Dosen Universitas Presiden Teuku Rezasyah di Jakarta. Foto: Ist
JAKARTA – Perkembangan di dalam negeri Republik Rakyat China (RRC) dan tindak-tanduknya di kawasan Asia Timur dan Tenggara diperkirakan akan mempengaruhi negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia.
Kondisi ekonomi China yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi masih dihadapkan pada beberapa masalah, seperti krisis properti, pengangguran, populasi yang menua, deflasi, dan persaingan tidak sehat antar produsen domestik yang disebut Presiden Xi Jinping sebagai ‘involusi’.
Situasi ini, ditambah dengan tekanan dari luar negeri, menyebabkan banyak barang dari China dialihkan ke pasar Asia Tenggara. Akibatnya, terjadi banjir produk China di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Baca juga: Jatuh Bangun Hubungan Pertahanan dan Keamanan Indonesia-China
Bagi Indonesia, hal ini dianggap sebagai salah satu tantangan dalam hubungan dengan China di tahun 2025. Tantangan lainnya termasuk situasi keamanan di Laut China Selatan yang masih tegang karena tindakan China di dekat ZEE Filipina, serta peningkatan aktivitas militer China di perairan dekat Asia Tenggara.
Indonesia juga perlu waspada terhadap kemungkinan China memperluas ’10 garis putus-putus’-nya ke arah wilayah Indonesia di Natuna. Garis-garis itu diakui sepihak oleh China sebagai penanda batas wilayah mereka.
Pembahasan di atas adalah sebagian dari diskusi akhir tahun Forum Sinologi Indonesia (FSI) bertajuk “Refleksi 2025: Relasi China, Asia Tenggara, dan Indonesia” di Jakarta, 29 Desember 2025.
Diskusi yang dimoderatori alumni Sinologi UI Muhammad Farid ini menghadirkan Guru Besar Sinologi UI Prof. Tuty Nur Mutia, ahli hubungan internasional Teuku Rezasyah, dan diplomat Victor Harjono, bersama Ketua FSI Johanes Herlijanto.
Johanes menyampaikan berbagai pokok pikiran dari penelitian akhir tahun FSI. Pemerintah China sebenarnya sudah membuat beberapa terobosan untuk mengatasi masalah ekonominya.
“Presiden Xi memperkenalkan konsep ‘kekuatan produksi berkualitas baru’ (xinzhi shengchanli) sebagai upaya China menciptakan peluang ekonomi baru lewat sektor teknologi mutakhir,” kata akademisi tersebut.
Namun, menurut antropolog yang berafiliasi dengan UPH itu, industri teknologi yang padat modal masih kurang mampu menciptakan banyak lapangan kerja baru.