Denny JA Setuju dengan Prabowo Soal Komisaris BUMN Dilarang Menerima Tantiem dan Insentif

Jakarta, VIVA – Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi, Denny JA, menyatakan dukungan penuh terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto agar komisaris fokus memajukan BUMN yang ditugaskan, bukan mengejar tantiem, insentif, atau penghasilan lain.

Baca Juga:
Prabowo Ingin Komisaris Benahi BUMN, Bukan Cari Tantiem dan Insentif

Tantiem adalah bonus tahunan untuk direksi dan komisaris perusahaan sebagai apresiasi atas kinerja atau pencapaian target. Besarannya bervariasi dan ditentukan pemegang saham melalui RUPS.

Baca Juga:
Eks Ketua Tim Kampanye Prabowo-Gibran Wilayah Jaksel Jadi Komisaris Jakpro

Menurut Denny JA, pesan Presiden bukan sekadar kebijakan, tapi ajakan moral dan spiritual untuk mengembalikan jabatan publik sebagai sarana pengabdian, bukan sumber insentif.

Komisaris Utama PHE Denny JA dan Dirut Pertamina Simon Aloyius

Baca Juga:
Alasan Pramono Angkat Jubir Anies Baswedan Jadi Komisaris Jakpro

"Saya menerima pesan Presiden sebagai panggilan hati. Jabatan bukan cuma posisi strategis, tapi jalan untuk berkontribusi," kata Denny JA.

Ia berpegang pada prinsip The Power of Giving, yang lahir dari pengalaman spiritual dan perjalanan hidupnya. Dari latar belakang ekonomi sederhana, kini ia memiliki 22 perusahaan di berbagai sektor, termasuk hotel, properti, dan AI.

Melalui Denny JA Foundation, ia mendukung sastra dan spiritualitas dengan award tahunan untuk penulis dan festival puisi esai.

Sebagai Komisaris Utama PHE sejak Juli 2025, Denny aktif menulis esai tentang energi dan geopolitik, yang akan dibukukan dengan judul "Make Pertamina Great Again: Minyak, Politik dan Bisnis di Era AI".

Ia menjelaskan bahwa tantiem untuk komisaris dalam sistem two-tier board (seperti di Indonesia) adalah hal biasa di banyak negara. Namun, ia mendukung keputusan Prabowo menghapus tantiem sebagai bagian dari reformasi moral BUMN.

MEMBACA  Harus Berhati-hati, Gunung Ruang Memiliki Karakter Erupsi yang Cepat hanya dalam Hitungan Jam

"Ini bukan soal uang, tapi arah. Kontribusi terbaik diukur dari nilai yang tertanam dalam sejarah, bukan dari angka di rekening," tegasnya.

Halaman Selanjutnya