"Dari Sebuah Ember Sampah, Ema Suranta Menciptakan Perubahan bagi Lingkungan" Note: The translation maintains the original meaning while adjusting phrasing for natural flow in Indonesian. "Bikin" is slightly informal, so "menciptakan" is used for a more polished tone. The structure is rearranged to emphasize the environmental impact.

Versi Bahasa Indonesia (Tingkat B2 dengan Beberapa Kesalahan):

loading…

Ema Suranta, seorang ibu rumah tangga dari Desa Kertamulya, Kabupaten Bandung Barat, memberdayakan masyarakat untuk mengelola sampah dan budidaya lele. FOTO/IST

**BANDUNG** – Tragedi menyedihkan di Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005, jadi titik balik bagi Ema Suranta. Ledakan besar akibat gas metana (CH4) dari sampah setinggi 60 meter menewaskan lebih dari 157 orang dan menghancurkan dua desa sekitarnya. Sejak itu, Ema bertekad mencegah kejadian serupa terulang.

Kini, kekhawatiran Ema ternyata beralasan. TPA Sarimukti, pengganti Leuwigajah, kelebihan kapasitas bahkan sempat kebakaran di tahun 2023. Hal ini memicu krisis sampah di Bandung Raya.

*”Khususnya di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Kita punya masalah di TPA Sarimukti,”* kata Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) lewat Instagram @dedimulyadi71, Kamis (29/5/2025).

Untuk mengatasi masalah di TPA Sarimukti, KDM mengatakan solusinya harus dimulai dari hulu, bukan hanya di hilir. *”Kalau berhasil di Sarimukti, bisa diterapkan di seluruh Jabar,”* jelasnya.

Merespons situasi ini, Ema mengambil tindakan. Sejak 2019, ia mendirikan Bank Sampah Bukit Berlian di lingkungan RW-nya, sekitar 15 km dari TPA Sarimukti. Awalnya, bank sampah ini mengumpulkan limbah anorganik seperti plastik dan kertas, dengan sistem barter dimana warga bisa tukar sampah dengan barang rumah tangga. Cara ini sukses, dengan anggota aktif mencapai lebih dari 80 orang dalam waktu singkat.

MEMBACA  Mencegah Dampak Perubahan Iklim, FHUP Mendidik Masyarakat Pesisir