Selasa, 29 Juli 2025 – 21:16 WIB
Jakarta, VIVA – Beberapa aktivis dari Kepulauan Riau kembali mendatangi Kantor DPP Partai Gerindra di Ragunan, Jakarta Selatan pada Senin siang, 28 Juli 2025. Mereka menuntut penyelesaian kasus dugaan korupsi dana jaminan pascatambang (DJPL) senilai Rp168 miliar di Kabupaten Bintan yang hingga kini belum ada tindakan hukum.
Baca Juga:
UNICEF Nilai Program Makan Bergizi Gratis Komitmen Pemerintah Indonesia Wujudkan Hak Anak
Ketua BAPAN DPD Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung menyatakan, kasus ini sudah dilaporkan berkali-kali tapi tak ada tindakan nyata.
Baca Juga:
Hasto Gugat Pasal 21 UU Tipikor, Begini Respons KPK
Nama Gubernur Kepri Disorot
Iskandar menjelaskan, dana DJPL seharusnya bisa diambil oleh pemerintah daerah dan perusahaan tambang sejak hasil supervisi KPK tahun 2018. Namun, dana tersebut hingga kini hilang tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Baca Juga:
Menlu Sugiono Ungkap Rencana RI-Malaysia Eksplorasi Bersama Blok Ambalat
“Ansar Ahmad yang saat itu jadi Bupati, sekarang menjabat Gubernur dua periode. Tapi dananya tidak jelas ke mana,” kata Iskandar dalam keterangan tertulis, diterima VIVA Selasa, 29 Juli 2025.
Ia menyesalkan tidak ada proses hukum terhadap Ansar Ahmad dan pejabat lain yang diduga terlibat, padahal laporan sudah diserahkan lebih dari setahun lalu.
Iskandar juga menyebut langsung Presiden Prabowo Subianto. Ia menagih janji kampanye Prabowo soal memburu koruptor hingga ke Antartika.
Ia meminta Presiden turun tangan dan menginstruksikan Kejaksaan dan Kepolisian untuk menyelidiki kasus ini dengan serius. “Kalau perlu, intervensi Kejaksaan Agung,” tambahnya.
Investigasi Lapangan: Bekas Tambang Tak Direboisasi
Aktivis Niko Silalahi yang mengaku sudah investigasi langsung ke Bintan menyatakan tidak ada upaya reboisasi di bekas tambang seperti janji pemerintah daerah.
“Kami sudah ke sana. Nyata, tidak ada reboisasi. Bekas tambang dibiarkan begitu saja. Kalau negara diam, rakyat akan bergerak sendiri,” kata Niko.
Niko juga mendesak KPK agar tidak tunduk pada tekanan politik dan segera mengusut kasus ini. Jika tidak, rakyat bisa bertindak sendiri.
“Kami tidak mau gerakan barbar. Tapi kalau negara diam, kami terpaksa. Ini bukan ancaman, tapi peringatan. Kami tidak akan berhenti sebelum keadilan ditegakkan,” tegasnya.