Azoo Project bekerja sama dengan Pic(k)lock Films dan Fortius Films merilis “Sampai Nanti Hanna” yang mengisahkan tentang percintaan di era 1990-an. Sebuah film yang membahas cinta, kesempatan kedua, dan perjalanan emosional yang mendalam serta pilihan-pilihan dalam kehidupan.
Film yang disutradarai oleh Agung Sentausa ini menampilkan Febby Rastanty, Bio One, dan Ibrahim Risyad sebagai bintang utama. Sang produser eksekutif, Ary Zulfikar, menjelaskan bahwa film ini mengisahkan kisah cinta dua manusia yang dihadapkan pada suatu pilihan hidup.
Ary Zulfikar menambahkan bahwa banyak hal yang bisa dipetik sebagai pelajaran dari film “Sampai Nanti Hanna”. Hal tersebut membuat pihaknya tertarik untuk memfilmkan, karena banyak inspirasi yang muncul dari film tersebut.
Bagi Azoo Projects dan Fortius Films, ini merupakan film pertama yang dirilis melalui kerja sama dengan Pic(k)lock Films dan mereka berkomitmen untuk terus membuat film-film berkualitas guna mendukung perkembangan industri film di Indonesia.
Film “Sampai Nanti Hanna” mengisahkan tentang Gani, seorang pria yang percaya bahwa cinta sejati hanya datang sekali seumur hidup. Selama bertahun-tahun, ia menyimpan perasaannya pada Hanna namun tidak pernah berani mengungkapkannya. Semua hanya tertuang dalam lembaran-lembaran buku harian.
Hanna, yang kemudian menikah dengan Arya, hidup dalam pernikahan yang tampak sempurna di luar, tetapi penuh manipulasi dan kekerasan di dalamnya. Akhirnya Hanna memutuskan untuk keluar dari kehidupannya yang penuh dengan toxic.
Agung Sentausa menjelaskan bahwa film ini adalah cerita tentang cinta yang penuh liku, tentang bagaimana hidup terkadang memberi kita kesempatan yang tak terduga. Setiap karakter dalam cerita ini membawa lapisan emosional yang dalam, yang membuat kita bertanya-tanya apakah ada ruang untuk cinta yang tertunda.
Produser Dewi Umaya menambahkan bahwa film ini akan membawa perspektif baru tentang bagaimana hubungan dan masa lalu dapat membentuk masa depan kita.
“Kisah ‘Sampai Nanti Hanna’ adalah refleksi dari kehidupan nyata bahwa terkadang kesempatan kedua datang bukan untuk mengulang masa lalu, tapi untuk menciptakan akhir yang lebih baik,” ujar Dewi Umaya.