Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menyarankan masyarakat untuk menahan diri dari mengonsumsi atau menggunakan kratom (Mitragyna speciosa) sampai penelitian tentang tanaman tersebut selesai.
“Penggunaan kratom dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping berbahaya,” kata Kepala BNN Marthinus Hukom dalam sebuah pernyataan pada Jumat.
Ia mencatat bahwa budidaya dan konsumsi kratom saat ini tidak diatur oleh Undang-Undang Narkotika. Oleh karena itu, BNN telah mengusulkan penelitian teknis tentang efek kratom.
Presiden Joko Widodo sebelumnya memerintahkan Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk terus melakukan penelitian terkait sifat opioid dari tanaman kratom yang dilaporkan.
Penelitian ini ditargetkan selesai pada Agustus 2024. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada keputusan kebijakan terkait penanganan, pemanfaatan, dan perdagangan tanaman kratom.
Menurut Hukom, sejak tahun 2022, BNN telah menangani 133 pengguna kratom yang mengalami gejala mirip ketergantungan opioid, seperti kecemasan, ketegangan, muntah, pusing, dan mual.
BPOM juga telah melarang penggunaan kratom sebagai bahan dalam obat alami, katanya.
Selain itu, Kantor PBB tentang Narkotika dan Kejahatan (UNODC) tunduk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait kratom. WHO akan terus memantau studi ilmiah tentang kratom dan penggunaannya secara global.
Hukom menambahkan bahwa BNN mendukung keputusan Komisi Nasional tentang Perubahan Klasifikasi Narkotika dan Psikotropika, yang mengklasifikasikan tanaman kratom sebagai narkotika golongan I.
“Program pengembangan alternatif yang berkelanjutan sangat penting, terutama di daerah Kalimantan,” katanya. “Pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya konsumsi kratom juga penting.”
Berita terkait: Presiden Jokowi mendorong penelitian lanjutan tentang manfaat kratom
Berita terkait: Kementerian Pertanian menunggu regulasi tentang tanaman kratom
Translator: Agatha V, Kenzu
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024