Bandung Menyapa Shanghai: Peran Indonesia yang Semakin Vital di Global Selatan

Jakarta (ANTARA) – Keikutsertaan Indonesia dalam Pertemuan Dewan Kepala Negara Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Tianjin minggu ini punya arti yang sangat penting.

Sebagai Tamu Kehormatan Ketua, Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sugiono atas nama Presiden Prabowo Subianto.

Kehadiran ini menekankan peran Indonesia yang semakin besar sebagai suara utama Dunia Selatan dan komitmennya untuk membentuk tatanan global yang lebih adil, inklusif, dan representatif.

Pertemuan SCO tahun ini menandai ulang tahun ke-25 organisasi dan, untuk pertama kalinya, memperkenalkan format "SCO Plus".

Dengan mengundang negara-negara di luar geografi tradisionalnya—termasuk beberapa anggota ASEAN—SCO berevolusi menjadi hub konektivitas yang lebih luas, menghubungkan Asia, Eurasia, bahkan badan-badan tata kelola global.

Bagi Indonesia, berpartisipasi dalam momen bersejarah ini berarti lebih dari sekadar hadir di meja perundingan. Itu mencerminkan niat Jakarta untuk memainkan peran aktif dalam membentuk kerangka kerja sama regional yang inklusif dan terbuka.

Format SCO Plus juga menciptakan ruang untuk dialog antarnegara Global Selatan, menghidupkan kembali Semangat Bandung di era baru transformasi global—di mana Indonesia tidak hanya ingin mempromosikan kepentingannya sendiri tetapi juga mendorong dialog, kerja sama, dan perdamaian di berbagai kawasan.

Meskipun Indonesia bukan anggota atau pengamat SCO, inklusinya dalam format SCO Plus di Tianjin mencerminkan pengakuan yang tumbuh terhadap negara ini sebagai bridge-builder yang mampu menghubungkan beragam kawasan dan perspektif.

SCO—yang terdiri dari Tiongkok, Rusia, India, Iran, negara-negara Asia Tengah, dan mitra dialog dari berbagai benua—mewakili hampir setengah populasi dunia dan sekitar 30 persen PDB global dalam hal keseimbangan kemampuan berbelanja.

Yang sebelumnya dikaitkan terutama dengan kerja sama keamanan—seperti memerangi terorisme, ekstremisme, dan separatisme—SCO kini telah mengembangkan "merek" baru sebagai platform yang lebih konkret dan pragmatis yang fokus pada konektivitas, perdagangan, pembangunan hijau, dan kerja sama energi.

MEMBACA  RI dan Vietnam setuju untuk meningkatkan kerjasama industri pertahanan

Inisiatif SCO Plus semakin memperluas lingkaran ini dengan melibatkan negara-negara dari ASEAN dan sekitarnya.

Kehadiran Indonesia di Tianjin juga strategis. Itu mencerminkan kesinambungan dalam kebijakan luar negeri "Bebas dan Aktif" Indonesia dan menunjukkan upaya sengaja Jakarta untuk membentuk—bukan hanya menyesuaikan diri—dengan lanskap tata kelola global yang terus berkembang.

Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS awal tahun ini adalah bagian dari visi yang lebih luas ini.

Melalui BRICS, Indonesia memperkuat keterlibatannya dengan negara-negara yang sepaham untuk mendorong reformasi dalam tatanan global, yang sering dianggap tidak adil bagi negara berkembang.

Partisipasi dalam pertemuan SCO Plus menghubungkan Indonesia dengan kerangka multilateral Eurasia yang terus berkembang.

Bersama-sama, langkah-langkah ini memperkuat pesan Indonesia: negara-negara berkembang bukan lagi penerima pasif, tetapi kontributor aktif bagi arsitektur tatanan internasional.

Posisi ini terutama relevan karena sistem internasional saat ini menghadapi tekanan yang semakin besar. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengalami kebuntuan.

Tarif dan sanksi semakin sering digunakan sebagai instrumen diplomasi. Rantai pasokan masih rentan terhadap guncangan politik.

Forum-forum seperti SCO menawarkan jalan pragmatis untuk kerja sama di bidang-bidang seperti perdagangan mata uang lokal, ketahanan pangan, energi terbarukan, dan integrasi digital.

Upaya-upaya ini sangat penting bagi strategi Indonesia untuk membangun ketahanan di tengah volatilitas eksternal. Secara historis, keterlibatan Indonesia dengan SCO juga memiliki bobot simbolis.

Tujuh puluh tahun yang lalu di Bandung, Indonesia mengumpulkan negara-negara yang baru merdeka untuk memperjuangkan keadilan dan inklusivitas di luar persaingan Perang Dingin.

Hari ini, Semangat Bandung tersebut selaras dengan Semangat Shanghai SCO—yang berlandaskan pada saling percaya, saling menguntungkan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap keberagaman.

Kedua prinsip menekankan inklusivitas sebagai fondasi untuk perdamaian dan pembangunan, menawarkan kompas bagi Global Selatan dalam menghadapi ketidakpastian saat ini.

MEMBACA  Sertifikasi tanah wakaf benar-benar gratis: Menteri AHY

Tujuannya bukan untuk menggantikan lembaga-lembaga mapan, tetapi untuk mendiversifikasi tata kelola global dan memastikan kerja sama internasional dipupuk dalam lingkungan di mana hukum internasional ditegakkan dan dihormati.

Kehadiran Indonesia di Tianjin menandakan lebih dari partisipasi simbolis.

Dengan membawa Semangat Bandung ke dalam dialog dengan Semangat Shanghai, Jakarta menegaskan perannya tidak hanya sebagai bridge-builder tetapi juga sebagai norm-shaper.

Bagi Global Selatan, keterlibatan Indonesia menambah kredibilitas dan bobot—kredibilitas melalui kebijakan luar negeri "Bebas dan Aktif" yang konsisten, dan bobot melalui kekuatannya untuk mengumpulkan pihak-pihak.

Pada saat kepercayaan pada lembaga global terkikis, partisipasi Indonesia menunjukkan bahwa kerja sama inklusif itu baik diperlukan maupun mungkin.

Ulang tahun ke-25 SCO memberikan panggung yang ideal untuk pesan ini.

Bagi Eurasia, ini menandai konsolidasi sebagai pilar konektivitas dan ketahanan.

Bagi ASEAN, ini membuka peluang baru untuk memperkuat keterlibatan dengan kawasan tetangga yang kunci.

Bagi Indonesia, ini menegaskan kembali bahwa Semangat Bandung tetap hidup dan relevan—menuntun bangsa-bangsa menuju solidaritas, keadilan, dan kemakmuran bersama.

Pesan Indonesia di Tianjin jelas: ia tidak berdiri sebagai orang luar yang mencari masuk, tetapi sebagai mitra yang menawarkan ide, prinsip, dan konektivitas.

Dalam dunia yang terpecah, sikap Indonesia lugas: pembangunan berkelanjutan memerlukan perdamaian, perdamaian memerlukan solidaritas, dan solidaritas memerlukan keadilan.

Inilah esensi Bandung tujuh dekade lalu—dan itu tetap menjadi kontribusi Indonesia hari ini, melalui ASEAN, melalui BRICS, melalui G20, melalui SCO Plus, dan melalui setiap platform di mana Global Selatan dapat menyuarakan pendapatnya.

) Pandu Utama Manggala adalah diplomat Indonesia yang bekerja di Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri

) Pandangan dan opini yang diungkapkan di halaman ini adalah milik penulis dan tidak necessarily mencerminkan kebijakan atau posisi resmi dari Lembaga Kantor Berita ANTARA

Copyright © ANTARA 2025