Pemerintah sedang mengusulkan untuk memberikan libur sekolah selama bulan puasa Ramadan. Hal ini menimbulkan perdebatan, terutama mengenai bagaimana hak belajar siswa non-muslim selama libur satu bulan penuh.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait wacana libur sekolah ini.
Faktor pertama yang harus diperhatikan adalah prinsip utama layanan pendidikan dan pemenuhan hak anak dalam pendidikan. Satriwan menekankan bahwa prinsip layanan belajar harus berlaku untuk semua siswa, termasuk siswa non-muslim. Jika libur sekolah satu bulan ini diberlakukan secara nasional, maka hal tersebut juga akan berdampak pada siswa non-muslim.
Menurut Satriwan, penting untuk mengkaji secara holistik dampak dari libur sekolah selama Ramadan ini. Jika siswa non-muslim diberi libur, maka mereka tidak akan mendapatkan layanan pembelajaran. Namun jika mereka tetap masuk sekolah, hal ini juga dapat dianggap diskriminatif terhadap siswa muslim yang sedang libur.
Satriwan juga menyebutkan bahwa durasi belajar di sekolah selama Ramadan sebelumnya sudah mengalami penyesuaian. Sehingga sebenarnya masih memungkinkan bagi siswa untuk tetap masuk sekolah, namun dengan penjadwalan pembelajaran yang dimodifikasi selama bulan puasa, yang kemudian dikombinasikan dengan kegiatan keagamaan di sekolah.