Puluhan asosiasi lintas sektor menyatakan sikap penolakan terhadap berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang menjadi aturan turunannya. Aturan tersebut mencakup zonasi larangan penjualan dan iklan luar ruang serta wacana standardisasi kemasan berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik. Sikap penolakan ini disampaikan oleh berbagai asosiasi lintas sektor karena dianggap memberatkan para pelaku usaha di berbagai sektor.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengungkapkan bahwa tekanan regulasi terhadap industri hasil tembakau dianggap memberatkan bagi sektor-sektor yang terkait. Industri tembakau memiliki kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia dan menyerap banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, pengambilan kebijakan terkait tembakau harus mempertimbangkan kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lain. Franky menyoroti minimnya keterlibatan industri dalam penyusunan kebijakan terkait tembakau, yang dianggap dapat memicu kontraksi ekonomi yang berkepanjangan.
Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, menyatakan apresiasi terhadap upaya Apindo dalam menampung aspirasi dan keluhan industri hasil tembakau. GAPPRI menekankan pentingnya memperhatikan mata rantai ekonomi dan budaya industri tembakau yang besar. Henry menegaskan penolakan terhadap wacana kemasan polos tanpa merek bagi produk tembakau karena dianggap dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap perekonomian dan ketenagakerjaan.
Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi menyoroti beban regulasi yang terus dirasakan oleh industri hasil tembakau. Industri tersebut telah mematuhi berbagai aturan, termasuk pembayaran cukai yang menjadi sumber penerimaan negara yang signifikan. Benny menekankan bahwa kebijakan baru terkait tembakau akan semakin memperberat industri hasil tembakau, yang sebelumnya sudah terbebani oleh kebijakan-kebijakan yang ada.
Benny juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap konsekuensi dari aturan baru terkait tembakau, termasuk pengaturan penjualan, iklan, dan aturan kemasan polos tanpa merek. Dia menegaskan bahwa proses penyusunan kebijakan yang tidak tepat dapat mengakibatkan dampak negatif, termasuk peningkatan perdagangan rokok ilegal.