Argumen yang Kuat untuk Konservasi Daerah Aliran Sungai

Jakarta (ANTARA) – Pada tahun 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis data yang menunjukkan bahwa jumlah DAS kritis di Indonesia terus meningkat.

Menurut data tersebut, pada tahun 1984 ada 22 DAS dalam kategori kritis. Jumlah mereka meningkat menjadi 39 pada tahun 1992.

Jumlah DAS kritis naik menjadi 62 pada tahun 1998, dan kemudian naik lagi menjadi 108 pada tahun 2020.

Direktur jenderal pengendalian DAS dan rehabilitasi hutan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dyah Murtiningsih, mengatakan bahwa peningkatan jumlah DAS kritis akan memiliki dampak besar pada perubahan iklim.

Menurutnya, sekitar 12,7 juta hektar lahan kritis di Indonesia dan 4.200 DAS perlu direstorasi, dan bisa memiliki pengaruh besar pada perubahan iklim.

Fungsi DAS — sebagai pembatas topografi antara sungai dan lahan — adalah untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh ke sungai sampai mengalir ke danau dan laut.

Ketika DAS mencapai kondisi kritis akibat deforestasi, illegal logging, pembuangan sampah, atau konversi lahan yang tidak terkendali, hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan keseimbangan air, pendangkalan akibat sedimentasi, dan kerusakan pada nutrisi dan habitat keanekaragaman hayati.

Oleh karena itu, upaya konservasi DAS yang berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat sangat penting.

Pembela Sungai Membuat Biopori di Saung Alkesa di Kota Bogor, Jawa Barat, pada 11 Mei 2024. (Antara/Devi Nindy)

Pembela Sungai Ciliwung

Satu dari upaya untuk melestarikan DAS telah dilakukan oleh aktivis Sungai Ciliwung, Suparno, dan relawan pembela sungai lainnya di Saung Alkesa di tepi Sungai Ciliwung di Kota Bogor, Jawa Barat.

Saung Alkesa adalah ruang publik, dibangun oleh Pembela Sungai Ciliwung dan komunitas lokal untuk memulai upaya pelestarian DAS dan menjadi tempat belajar bagi pengunjung.

MEMBACA  Aspirasi Irfan Nurbani Setelah Menjadi Korban Kericuhan Laga Persib vs Persija.

Misalnya, sekelompok siswa dan komunitas sepeda mengunjungi Saung Alkesa pada 11 Mei 2024, untuk melihat Suparno dan pembela sungai membuat lubang infiltrasi biopori.

“Biopori dapat digunakan untuk menyerap air hujan dan mengontrol genangan. Limbah organik yang dimasukkan ke dalamnya bisa digunakan sebagai pupuk padat,” kata Suparno.

Biopori dapat mengurangi pembentukan lindi, atau cairan busuk yang terbentuk dari paparan tumpukan limbah organik terhadap air, yang dapat merusak ekosistem dan keamanan air baku di Sungai Ciliwung, katanya.

Pada 11 Mei, Suparno mengajak pengunjung untuk menemukan berbagai jenis sampah seperti limbah tekstil, popok bayi, kabel optik, dan bahkan limbah medis —semua hal yang seharusnya tidak ada di sana.

Pengunjung diberikan pemahaman tentang pembersihan sungai melalui metode yang menyenangkan, seperti berjalan di sepanjang sungai dan bekerja sama untuk menghilangkan sampah dari tengah sungai.

Suparno, yang juga anggota Tim Task Force Naturalisasi Ciliwung, memutuskan untuk menjadi aktivis sungai atau “pembela” setelah menyadari pentingnya kebutuhan dasar manusia seperti oksigen dan air dan sungai merupakan sumber air permukaan yang penting dan sangat vital untuk kebutuhan manusia akan air bersih.

Ia dan rekan-rekannya mulai berpartisipasi dalam upaya konservasi air dengan mengajak orang melihat langsung dan melakukan sesuatu tentang kondisi sungai.

Suparno berharap bahwa upaya tersebut akan mempengaruhi dan mendorong banyak pihak — baik pemerintah dan swasta, masyarakat individual, dan kelompok — untuk melindungi sungai.

Ia mengatakan bahwa air Sungai Ciliwung masih diakses oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Jakarta.

Jika kualitas air memburuk, itu akan mengancam kesehatan dan kebutuhan air masyarakat sipil, pemerintah, dan industri yang bergantung padanya.

MEMBACA  Pencipta permainan mengatakan ini adalah surat cinta untuk orang tua imigran

“Karena keamanan air, ketersediaan air bersih yang cukup akan berdampak besar pada kesehatan dan makanan yang cukup. Tetapi ketika ketersediaan air bersih yang sehat berkurang, atau bahkan terancam, ancaman berikutnya adalah keamanan pangan kita,” jelas Suparno.

Sebuah kelompok siswa mengunjungi Saung Alkesa menghilangkan sampah dari Sungai Ciliwung, Kota Bogor, Jawa Barat, pada 11 Mei 2024. (Antara/Devi Nindy)

Upaya panjang

Saung Alkesa hanyalah salah satu inisiatif Suparno. Menurutnya, langkah-langkah untuk memulihkan dan melestarikan DAS Ciliwung masih akan memakan waktu yang lama untuk diselesaikan.

“Secara pribadi, saya adalah orang yang tidak menerima ketika sungai dihina oleh manusia dengan sampah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok, atau oleh masyarakat. Baik secara langsung membuang sampah ke keranjang, dilempar, atau dibuang di tepi sungai,” katanya.

Maka, sejak Maret 2009, Suparno bekerja sama dengan Komunitas Peduli Ciliwung untuk melindungi sungai, hingga bergabung dengan Tim Task Force Naturalisasi Ciliwung pada tahun 2018.

Tim tersebut memberikan bantuan kepada masyarakat pemukiman tradisional yang padat dan tepian sungai di dua unit lingkungan di 13 kecamatan Kota Bogor setiap hari. Mereka bekerja di beberapa lokasi krusial yang tidak memiliki akses transportasi sampah.

Sebagai anggota tim, ia dan 49 rekannya berusaha melibatkan masyarakat dalam mengelola sampah agar tidak masuk ke badan air.

Ia juga telah memberi nasihat kepada penduduk tepi sungai untuk tidak membuat penahan tanah di sungai, dan sebaliknya, biarkan vegetasi tumbuh secara alami sehingga jika debit sungai tinggi, air dapat diserap dari samping oleh tumbuhan di sekitar DAS.

Namun, menurutnya, tugas besar untuk melestarikan DAS Ciliwung, seperti halnya dengan daerah sungai lainnya, harus menjadi tanggung jawab bersama.

MEMBACA  Apple Watch Seri 10 dilengkapi dengan speaker baru yang memutar musik, sehingga saya menari di kamar mandi dengan jam tangan tersebut — semuanya tidak berjalan sesuai rencana

“Bagaimana kita bersama-sama memahami bahwa kebutuhan ini dapat dijamin untuk dipasok setiap saat, oleh semua pihak, termasuk masyarakat? Tanpa memandang gender, ras, kelas, agama. Ini adalah hak asasi manusia, hak asasi manusia semesta,” katanya.

Suparno lebih lanjut mengatakan ia berharap bahwa Forum Air Sedunia, yang saat ini berlangsung di Bali, tidak sekadar menjadi diskusi, tetapi menandai awal pemahaman bahwa kebutuhan dasar manusia akan air menghadapi ancaman yang sangat serius.

Ia menyarankan agar komitmen yang terbentuk setelah acara tersebut mempertimbangkan air sebagai sumber daya vital yang harus dilindungi bersama. Hal ini akan memastikan bahwa air tidak menjadi pemicu bencana, permusuhan, atau perang di masa depan.

Anak-anak bermain di Sungai Ciliwung, Kota Bogor, Jawa Barat, pada 11 Mei 2024. (Antara/Devi Nindy)

Berita terkait: Gerakan peduli Ciliwung meluncurkan ekowisata sungai, edutourism

Berita terkait: Kemenangan diplomatik Forum Air Sedunia ke-10 bagi Indonesia: menteri

Editor: Arie Novarina
Hak Cipta © ANTARA 2024